Wednesday, April 1, 2015

ILMU TERNAK UNGGAS




LAPORAN  PRAKTIKUM
ILMU  TERNAK  UNGGAS










Disusun oleh:
Ridwan Yuniawan
Kelompok XXIX

Asisten Pendamping : Agus Slamet Nur Cahyo







LABORATORIUM ILMU TERNAK UNGGAS
BAGIAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Unggas merupakan hewan yang termasuk di dalam kelas Aves yang telah didomestikasikan dan perkembangbiakan serta cara hidupnya diatur oleh manusia agar memberikan nilai ekonomis dalam bentuk barang dan jasa. Sebagai sumber protein hewani asal ternak, disamping penghasil daging juga berperan sebagai penghasil telur yang merupakan sumber pangan bai manusia. Termasuk kelompok unggas adalah ayam (petelur dan pedaging), ayam kampung, itik, kalkun, burung puyuh, burung merpati, dan angsa yang sekarang sudah diusahakan secara komersial (Yuwanta, 2004).
Ayam merupakan hewan tingkat tinggi yang berkembang seksual atau dengan melakukan perkawinan. Secara alamiah ayam dibagi menjadi dua berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu ayam jantan dan ayam betina. Alat reproduksi ayam jantan terdiri dari alat reproduksi primer dan alat reproduksi sekunder. Alat reproduksi primer merupakan alat reproduksi utama karena tanpa adanya alat ini dengan cara apapun ayam tidak akan mungkin menghasilkan keturunan. Alat tersebut dinamakan testis sedangkan alat reproduksi sekunder terdiri dari epididimis, vas deferens, dan penis (Sutiyono 2011).
Alat reproduksi ayam betina yang berkembang dan berfungsi secara normal adalah organ sebelah kiri. Sedangkan organ sebelah kanan mengalami rudimenter karena tidak berkembang. Alat reproduksi betina terdiri dari, ovarium, oviduct,  uterus, vagina, dan cloaca.






Tujuan Praktikum

Praktikum Ilmu Ternak Unggas bertujuan untuk mengetahui sistem digesti dan reproduksi ayam, meliputi anatomi, fungsi, ukuran, berat, faktor yang mempengaruhi ukuran dan berat, serta organ-organ tambahan yang berperan dalam sistem digesti ayam.

Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini adalah praktikan dapat menambah pengetahuan serta informasi mengenai sistem digesti dan reproduksi ayam, meliputi anatomi, fungsi, ukuran, berat, faktor yang mempengaruhi ukuran dan berat, serta organ-organ tambahan yang berperan dalam sistem digesti ayam.


















Materi dan Metode
Materi
            Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau scapel bermerek One mad, kaca, plastik berukuran 1x1 m, pita ukur merek butterfly, timbangan elektrik merek Camry dengan kapasitas 2 kg, dan gunting bedah bermerek One mad.
            Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ayam layer afkir jantan dan betina yang sudah disembelih tetapi masih utuh berumur lebih dari 72 minggu. Ayam  A dengan berat 1695 gram dan ayam B dengan berat 1662 gram dan satu ayam jantan.

Metode
            Ayam layer afkir yang telah dipotong dan dibersihkan bulunya disiapkan, kemudian ditimbang dan dibedah serta dikeluarkan seluruh organ pencernaan dan reproduksinya (tanpa terpotong). Objek lalu diletakkan di atas alas plastik dan diamati masing-masing organnya. Masing-masing organ kemudian diukur panjang perbagian, kemudian dipotong perbagian, ditimbang, dan dicatat hasilnya pada laporan sementara.







Hasil dan Pembahasan

Sistem Digesti
            Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan data hasil pengamatan sistem digesti ayam yang terdiri dari oesophagus, crop, proventriculus, gizzard, usus halus, coecum, usus besar, dan kloaka sebagai berikut[a1] :  
Tabel 1. Sistem Digesti[a2] 
Parameter
Ayam A
Ayam B
Panjang (cm)
Berat (gram)
Panjang (cm)
Berat (gram)
Oesophagus
18
6
20
18
Crop
5
13
5
8
Proventriculus
5
9
7
11
Gizzard
6
30
8
32
Usus Halus:




a.    Duodenum
36
13
24
21
b.    Jejunum
61
36
68
25
c.    Ileum
37
18
49
21
Coecum
12
9
17
10
Usus Besar
18
12
7,5
4
Kloaka
2
5
3
17
Praktikum ini menggunakan dua ekor ayam layer afkir betina yang berumur lebih dari 72 minggu. Masing-masing ayam ditimbang dan didapatkan hasil berat ayam A adalah 1695 gram, dan ayam B adalah 1662 gram. Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan organ aksesori. Saluran pencernaan merupakan organ yang menghubungkan dunia luar dengan dunia dalam tubuh hewan, yaitu proses metabolik di dalam tubuh. Organ asesori terdiri dari pankreas dan hati (Suprijatna et al., 2005).
Urutan mekanisme pencernaan pada ayam adalah mulut, oesophagus, tembolok (crop), proventriculus, empedal (gizzard), usus halus (small intestinum) yang terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum, coecum (coecum), usus besar, dan kloaka (Yuwanta, 2004). Sistem pencernaan pada unggas tergolong cepat karena membutuhkan waktu cerna hanya 2,5 jam pada ayam petelur dan 8 sampai 12 jam pada ayam lain (Scanes et al. 2004). Menurut Rasyaf (2008), alat pencernaan pada tubuh ayam pendek, tetapi cukup efisien karena tidak banyak nutrisi yang ikut terbuang ke dalam tinja sehingga ayam tidak akan kekurangan gizi.
Description: D:\backiup\tugas\Bakul smes 3\Ilmu Ternak Unggas\Foto Ilmu Ternak Unggas\Foto unggas\Foto1364.jpg
Gambar 1. Ayam layer secara keseluruhan

Mulut. Mulut merupakan bagian dari sistem digesti unggas yang pertama. Pemecahan partikel pakan dilakukan oleh paruh. Mulut menyekresikan saliva yang mengandung enzim amilase dan maltase. Menurut Fadilah et al., (2011) enzim amilase berfungsi untuk menguraikan karbohidrat menjadi glukosa. Hasilnya akan diserap oleh usus kecil untuk didistribusikan ke seluruh tubuh ayam. Menurut Asmadi (2008), enzim maltase berfungsi untuk memecah maltosa dan oligosakarida menjadi glukosa.
Mulut juga berfungsi untuk melumatkan makanan agar makanan mudah ditelan. Makanan yang telah dilumatkan kemudian masuk ke dalam oesophagus. Pakan masuk ke dalam mulut ayam masih dalam keadaan utuh, kemudian dengan tekanan lidah masuk ke dalam rongga pharynk dan turun ke oesophagus oleh gaya gravitasi. Mulut menghasilkan saliva yang mengandung amilase dan maltase saliva, tetapi pemecahan bahan pakan di mulut ini kecil sekali karena mulut hanya digunakan untuk lewat sesaat (Yuwanta, 2004). Mulut berfungsi untuk minum dan memasukkan makanan, menghasilkan air liur yang mengandung enzim amilase (enzim pengurai makanan), dan mempermudah makanan masuk kedalam kerongkongan (Fadilah et al., 2011)
Description: C:\Documents and Settings\eshlupi\My Documents\mY PREEEnddd\Bluetooth Exchange Folder\gambar unggas\IMG0415A.jpg
Gambar 2. Mulut

Oesophagus. Berdasarkan praktikum didapatkan panjang oesophagus ayam A dan ayam B masing-masing 18 cm dan 20 cm, serta masing-masing berat oesophagus ayam A dan ayam B adalah 6 gram dan 18 gram. Menurut Amrullah (2003), panjang saluran pencernaan dari mulut hingga proventriculus berkisar 35 cm dengan umur ayam 1,5 tahun. Apabila dibandingkan dengan literatur tersebut panjang oesophagus ayam A dan B berada di bawah kisaran normal. Perbedaan ukuran dan massa dapat dipengaruhi oleh umur ayam. Menurut Yuwanta (2004) bahwa perbedaan ukuran tersebut mungkin disebabkan perbedaan dalam pemberian pakan, penyakit, umur dan jenis unggas.
Oesophagus tidak mensekresikan enzim (Kartadisastra 2008). Oesophagus menghasilkan mukosa yang membantu melicinkan pakan menuju ke tembolok. Di dalam oesophagus juga terjadi pencernaan secara mekanik yang disebut dengan gerak peristaltik. Gerak peristaltik dibantu oleh cairan musin yang disekresikan dinding oesophagus berfungsi sebagai pelicin. Menurut Fadilah et al., (2011), Kerongkongan atau oesophagus berfungsi untuk menyalurkan makanan dari mulut ke tembolok.
Description: C:\Documents and Settings\Zahra\My Documents\All Makul\Foto unggas\Eshopagus1.jpg
Gambar 3. Oesophagus[a3] 

Crop. Crop merupakan organ lewatnya makanan setelah makanan lewat oesophagus. Crop berfungsi sebagai tempat menampung makanan. Crop menentukan secara fisik saat ayam harus makan atau saat ayam berhenti makan. Crop terisi penuh maka saraf pada crop akan mengirim pesan ke hipothalamus untuk berhenti makan, begitu sebaliknya. Menurut Fadilah (2004), panjang crop adalah 7 sampai 10 cm dengan berat 8 sampai 12 gram.  Hasil pengukuran panjang dan penimbangan crop pada ayam A adalah 5 cm dengan berat 13 gram, dan hasil pada ayam B adalah 5 cm dengan berat 18 gram. Berat crop ayam A dan ayam B melebihi kisaran normal. Berat crop ayam yang melebihi normal disebabkan masih terdapat sedikit pakan yang menempel pada crop pada saat penimbangan. Menurut Yuwanta (2004) bahwa perbedaan ukuran tersebut mungkin disebabkan perbedaan dalam pemberian pakan, penyakit, umur dan jenis unggas.
Crop adalah modifikasi dari oesophagus. Fungsi utama crop adalah untuk menyimpan pakan sementara, terutama pada saat ayam makan dalam jumlah banyak. Bolus berada di crop selama 2 jam. Kapasitas crop mampu menampung pakan 250 gram. Crop terdapat saraf yang berhubungan dengan pusat kenyang-lapar di hipotalamus sehingga banyak sedikitnya pakan yang terdapat dalam crop akan memberikan respon pada saraf untuk makan atau menghentikan makan (Yuwanta, 2004).
Ayam cenderung meningkatkan konsumsi kalau diberi pakan rendah energi. Pakan yang rendah energi biasanya bersifat amba. Dalam kondisi demikian, ayam akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan energinya, karena sebelum terpenuhi, ayam akan berhenti mengkonsumsi karena cepat kenyang. Apabila ayam terus kekurangan energi, maka ayam akan mengeluarkan simpanan energi dalam tubuh. Energi tersebut pertama dapat berasal dari glikogen yang tersimpan dalam jumlah sedikit dalam tubuh baik pada hati maupun darah, kalau masih kekurangan, maka akan diambilkan dari cadangan lemak tubuh. Fase terakhir kekurangan energi akan menyebabkan tubuh memobilisasi jaringan-jaringan protein untuk mempertahankan tingkat gula darah dan fungsi vital lainnya (Widodo, 2002).
Description: C:\Documents and Settings\eshlupi\My Documents\mY PREEEnddd\Bluetooth Exchange Folder\gambar unggas\IMG0417A.jpg
Gambar 4. Crop

Proventriculus. Proventrikulus adalah suatu pelebaran dari kerongkongan sebelum berhubungan dengan gizzard (empedal). Kadang-kadang disebut glandula stomach atau true stomach. Disini, gastric juice diproduksi. (Suprijatna et al., 2005). Proventrikulus disebut juga perut kelenjar atau succenturiate ventricle atau glandular stomach yang mensekresikan pepsinogen dan HCl untuk mencerna protein dan lemak. Pada proventrikulus lintasan pakan sangat cepat masuk ke empedal melalui isthmus proventrikulus sehingga secara nyata belum sempat dicerna. Sekresi pepsinogen tergantung pada stimulasi syaraf fagus, pakan yang melintas, dan aksi cairan gastrik. Pada keadaan tidak makan, sekresi glandula perut ini 5 sampai 20 ml/jam dan mampu mencapai 40 ml ketika ada pakan (Yuwanta, 2004).
Berdasar praktikum didapat panjang proventriculus ayam A dan ayam B masing-masing 5 cm dan 7 cm, serta berat proventriculus ayam A dan B masing-masing 9 gram dan 11 gram. Menurut Fadilah (2004), proventriculus memiliki pH 4 yang berarti memiliki sifat asam dan memiliki dinding halus, panjang proventriculus 7 cm dan berat 6 gram. Jadi panjang proventriculus ayam A berada dibawah normal sedangkan ayam B berada pada kisaran normal berdasarkan panjang dan diatas kisaran normal berdasarkan berat. Menurut Yuwanta (2004), perbedaan ukuran tersebut disebabkan perbedaan pemberian pakan, penyakit, umur dan jenis unggas.
Description: C:\Documents and Settings\Zahra\My Documents\All Makul\Foto unggas\Proventikulus1.jpg
Gambar 5.  Proventriculus

Gizzard. Berdasarkan praktikum didapatkan panjang gizzard ayam A dan ayam B masing-masing 6 cm dan 8 cm serta  berat gizzard ayam A dan ayam B masing-masing 30 gram dan 32 gram. Menurut Yoder et, al.,  (2013), gizzard yang normal memiliki panjang 5 cm sampai 7,5 cm dengan beratnya 25 gram sampai 30 gram. Jadi, gizzard ayam A berada dalam kisaran normal dan ayam B di atas kisaran normal. Menurut Yuwanta (2004) bahwa perbedaan ukuran tersebut mungkin disebabkan perbedaan dalam pemberian pakan, penyakit, umur dan jenis unggas. Menurut Zuprizal (2006), panjang gizzard kurang lebih 5 cm dengan tebal 2 cm dan tersusun dari otot-otot yang kuat dan keras, akan tetapi pada praktikum ini tidak dilakukan perhitungan panjang dan tebal gizzard. Menurut Yuwanta (2004), empedal (gizzard) disebut juga perut muskular yang merupakan kepanjangan dari proventriculus. Fungsi utama empedal adalah memecahkan/melumatkan pakan dan mencampurnya dengan air menjadi pasta yang dinamakan chymne. Pada empedal disekresikan koilin yang berfungsi melindungi permukaan empedal terhadap kerusakan yang mungkin disebabkan oleh pakan atau zat lain yang tertelan.
Description: C:\Documents and Settings\Zahra\My Documents\All Makul\Foto unggas\Gizzard1.jpg
Gambar 6. Gizzard

Usus halus. Usus halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya pencernaan dan absorbsi produk pencernaan. Berbagai enzim yang masuk ke dalam saluran pencernaan ini berfungsi mempercepat dan mengefisiensikan pemecahan karbohidrat, protein, dan lemak untuk mempermudah proses absorbsi (Suprijatna et al., 2005). Berdasar praktikum, didapat panjang total usus halus ayam A dan B masing-masing yaitu 134 cm dan 141 cm. Menurut Yuwanta (2004) bahwa panjang usus halus mencapai 120 cm, jadi panjang usus halus kedua ayam tersebut berada di atas kisaran normal.
Usus halus menghasilkan enzim pemecah protein (erepsin), pemecah lemak (lipase) dan karbohidrat (maltase dan saccharase) (Kartadisastra 2008). Menurut Akoso dalam Widianingsih (2008), selaput lendir usus halus mempunyai jonjot yang lembut dan menonjol seperti jari. Fungsi selaput lendir usus halus selain sebagai penggerak aliran pakan dalam usus juga untuk meningkatkan penyerapan sari makanan. Menurut Yuwanta (2004), Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum
Duodenum. Duodenum, bermula dari ujung distal gizzard. Bagian ini berbentuk kelokan, disebut juga duodenal loop. Pankreas menempel pada kelokan ini. Pankreas mensekresikan pancreatic juice yang mengandung enzim amilase, lipase, dan tripsin (Suprijatna et al., 2005).  Pada bagian ini terjadi penernaan yang paling aktif dengan proses hidrolisis dari nutrien kasar berupa pati, lemak dan protein. Duodenum merupakan tempat sekresi enzim dari pancreas dan getah empedu dari hati (Yuwanta, 2004). Sekresi enzim pankreas distimulasi oleh kholesitokinin-pankreosimin, yaitu hormon peptida dari intestinum, tetapi dihambat oleh somastotatin dan glukagon. Karena di duodenum ini banyak disekresikan getah empedu maka sifat cairannya adalah asam (pH 6) (Yuwanta, 2004).
 Duodenum terdapat pada bagian paling atas dari usus halus dan panjangnya mencapai 24 cm (Yuwanta, 2004). Panjang duodenum ayam A adalah  36 cm dan berat 13 gram, serta ayam B 24 cm dan berat 21 gram. Jadi, panjang kedua duodenum ayam A dan ayam B berada di atas kisaran normal. Menurut Yuwanta (2004) bahwa perbedaan ukuran tersebut mungkin disebabkan perbedaan dalam pemberian pakan, penyakit, umur dan jenis unggas.
Description: C:\Documents and Settings\Zahra\My Documents\All Makul\Foto unggas\duodenum1.jpg
Gambar 7. Duodenum

Jejunum. Jejunum merupakan kelanjutan dari duodenum yang fungsinya sama dengan duodenum. Pada bagian ini proses pencernaan dan penyerapan zat makanan yang belum diselesaikan pada duodenum dilanjutkan sampai tinggal bahan yang tidak dapat tercerna (Yuwanta, 2004). Panjang jejunum ayam A adalah 61 cm dan berat 36 gram, serta ayam B 68 cm dan berat 25 gram. Menurut Zuprizal (2006), pada unggas dewasa panjang usus halusnya kurang lebih 120 cm dibagi menjadi tiga yaitu duodenum seperti huruf “u” dengan panjang kurang lebih 24 cm, jejunum kurang lebih 50 cm, dan ileum kurang lebih 50 cm. Jadi, panjang jejunum ayam A dan ayam B berada di atas kisaran normal. Menurut Yuwanta (2004) bahwa perbedaan ukuran tersebut mungkin disebabkan perbedaan dalam pemberian pakan, penyakit, umur dan jenis unggas. Menurut Sukaryana et al., (2011), protein kasar terutama dicerna dalam duodenum dan pada bagian ini telah terjadi penyerapan asam amino, sedangkan penyerapan yang paling besar terjadi dibagian jejunum.
Description: C:\Documents and Settings\Zahra\My Documents\All Makul\Foto unggas\jejenum1.jpg
Gambar 8.  Jejunum

Ileum. Ileum mempunyai banyak vili-vili untuk memperluas bidang penyerapan. Batas antara jejunum dengan ileum berupa tonjolan kecil yakni micelle diverticum. Ileum merupakan kelanjutan dari duodenum yang fungsinya sama dengan duodenum. Pencernaan dan penyerapan zat makanan yang belum diselesaikan oleh duodenum dilanjutkan sampai tinggal bahan yang tidak dapat dicerna (Yuwanta, 2004). Panjang ileum ayam A adalah 37 cm dan berat 18 gram, serta ayam B 49 cm dan berat 21 gram. Menurut Zuprizal (2006), pada unggas dewasa panjang usus halusnya kurang lebih 120 cm dibagi menjadi tiga yaitu duodenum seperti huruf “u” dengan panjang kurang lebih 24 cm, jejunum kurang lebih 50 cm, dan ileum kurang lebih 50 cm. Jadi panjang ileum ayam A dan ayam B berada di bawah kisaran normal. Menurut Yuwanta (2004) bahwa perbedaan ukuran tersebut mungkin disebabkan perbedaan dalam pemberian pakan, penyakit, umur dan jenis unggas. Menurut Balqis et al., (2007), didalam ileum terdapat sel Goblet. Sel Goblet ileum mensekresikan, menyimpan, dan melepaskan musin ke dalam lumen untuk menambah kapasitas lendir.
Description: C:\Documents and Settings\Zahra\My Documents\All Makul\Foto unggas\Ileum1.jpg
Gambar 9. Ileum

Coecum. Diantara usus halus dan usus besar, terdapat dua kantong yang disebut sebagai ceca (usus buntu). Pada unggas dewasa yang sehat, ceca berisi pakan yang lembut yang keluar masuk (Suprijatna et al., 2005). Coecum terdiri dari dua seka atau saluran buntu. Beberapa nutrien tidak tercerna mengalami dekomposisi oleh mikrobia coecum, tetapi jumlah dan penyerapannya kecil sekali. Bagian coecum juga terjadi digesti serat kasar yang dilakukan oleh bakteri pencerna serat kasar. Kemampuan mencerna serat kasar pada bangsa itik lebih besar daripada ayam sehingga coecum itik lebih berkembang dari pada ayam (Yuwanta, 2004). Bakteri pencerna serat kasar pada unggas adalah selulase dan hemiselulase. Bakteri selulase akan mencerna selulosa dan bakteri hemiselulase akan mencerna hemiselulosa pada serat kasar. Rasyaf (2008) menyatakan bahwa serat kasar pada pakan yang dimakan kemudian diperlunak dan diubah menjadi asam. Menurut Muslim (2005), serat kasar tidak dapat dipisahkan begitu saja dengan karbohidrat, sebab bersama-sama dengan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) merupakan komponen penyusun karbohidrat.
 Berdasarkan praktikum, didapat panjang coecum ayam A 12 cm dan berat 9 gram, sedangkan ayam B 17 cm dan berat 10 gram. Menurut Suprijatna et al., (2005) dalam keadaan normal, panjang setiap ceca 6 inci atau 15 cm. Menurut Yuwanta (2004), berat coecum dipengaruhi oleh seberapa besar kemampuan coecum di dalam mencerna serat kasar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ayam A lebih pendek dan ayam B lebih panjang dari kisaran normal. Perbedaan ukuran yang sedikit lebih panjang ataupun lebih pendek ini dapat disebabkan oleh ukuran tubuh yang lebih besar atau lebih kecil dan hal ini dapat memungkinkan pula bahwa panjang saluran pencernaan khususnya pada coecum dapat lebih panjang. Beberapa nutrien yang tidak tercerna mengalami dekomposisi oleh mikrobia coecum, tetapi jumlah dan penyerapannya kecil sekali. Pada bagian coecum juga terjadi digesti serat kasar yang dilakukan oleh bakteri pencerna serat kasar (Yuwanta,2004).
Serat kasar memiliki manfaat dalam membantu gerak peristaltik usus, mencegah penggumpalan ransum, mempercepat laju digesta dan memacu perkembangan organ pencernaan. Serat kasar yang tidak dicerna akan membawa nutrient lain keluar bersama ekskreta. Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang sebagian besar tidak dapat dicerna unggas dan bersifat sebagai pengganjal atau bulky. Kadar serat kasar yang terlalu tinggi, pencernaan nutrient akan semakin lama dan nilai energy produktifnya semakin rendah. Serat kasar yang tinggi menyebabkan unggas merasa kenyang, sehingga dapat menurunkan konsumsi karena serat kasar bersifat voluminous. Pencernaan serat kasar di coecum dengan bantuan mikroorganisme yang disebabkan ungggas tidak memiliki enzim selulase yang dapat mencerna serat kasar. Pencernaan serat kasar pada unggas yang terjadi di coecum mencapai 20 sampai 30% (Prawitasari et al., 2012).

Description: C:\Documents and Settings\Zahra\My Documents\All Makul\Foto unggas\Coecum1.jpg
Gambar 10. Coecum

Usus besar. Usus besar (rectum) dinamakan juga intestinum crassum. Bagian ini terjadi perombakan partikel pakan yang tidak tercerna oleh mikroorganisme menjadi feses, pada bagian ini juga bermuara ureter dari ginjal untuk membuang urin yang bercampur dengan feses sehingga feses unggas dinamakan ekskreta (Yuwanta, 2004). Feses dan urin sebelum dikeluarkan mengalami penguapan air sekitar 72% sampai 75%. Rerata waktu yang diperlukan untuk lintas pakan di dalam saluran pencernaan unggas kurang lebih 4 jam. Muara ureter dinamakan urodeum, muara sperma dinamakan protodeum, dan muara feses dinamakan koprodeum (Yuwanta, 2004).  
Berdasarkan praktikum, didapat panjang usus besar ayam A 18 cm dan berat 12 gram, sedangkan ayam B 7,5 cm dan berat 4 gram. Menurut Fadilah et al. (2007), panjang  usus besar ayam dewasa adalah 10 cm, berat usus besar pada ayam sebesar 4 sampai 6 gram. Panjang usus besar ayam A berada diatas kisaran normal dan ayam B dibawah kisaran normal. Menurut Fadilah (2005), Usus besar berfungsi sebagai penambah kandungan air dalam sel tubuh dan memberikan keseimbangan air dalam tubuh ayam.
Description: C:\Documents and Settings\Zahra\My Documents\All Makul\Foto unggas\Usus Besar1.jpg
Gambar 11. Usus besar

Kloaka. Kloaka merupakan organ pembuangan pada sistem digesti unggas. Kloaka merupakan muara dari tiga saluran yaitu cuprodeum, urodeum, dan protodeum. Cuprodeum merupakan saluran keluarnya feses, urodeum merupakan saluran keluarnya urin, dan protodeum merupakan saluran keluarnya hasil reproduksi yaitu telur. Hasil pengukuran panjang dan berat kloaka pada ayam A adalah 2 cm dengan berat 5 gram, dan pada ayam B adalah 3 cm dengan berat 17 gram. Menurut Yuwanta (2004), panjang kloaka sekitar 1 sampai 2 cm Jadi, ukuran kloaka ayam A berada dikisaran normal dan ayam B berada diatas kisaran normal. Faktor yang mempengaruhi adalah umur ayam, ukuran ayam, strain ayam, dan jenis pakan yang diberikan pada ayam.
Vent atau kloaka pada ayam berfungsi sebagai lubang pengeluaran sisa pencernaan (Fadilah, 2005).
Description: C:\Documents and Settings\Zahra\My Documents\All Makul\Foto unggas\Kloaka1.jpg
Gambar 12. Kloaka

Organ Tambahan Ayam
            Organ pencernaan ayam mempunyai tiga organ tambahan yaitu hati, pankreas, dan limfa yang berfungsi untuk membantu dalam proses mencerna pakan ayam. Berdasarkan[a4]  pengamatan yang dilakukan, didapatkan data hasil pengamatan organ tambahan ayam sebagai berikut
Tabel 2. Organ Tambahan
Parameter
Ayam A
Ayam B
Panjang (cm)
Berat (gram)
Panjang (cm)
Berat (gram)
a.    Hati
7
29
8
30
b.    Pankreas
12
3
9
5
c.    Limfa
1,24
2
2
1

Organ pencernaan ayam (unggas) ada dua pembagian, yaitu organ pencernaan utama dan organ pencernaan tambahan. Organ pencernaan utama terdiri dari mulut (paruh), oesophagus, tembolok (crop), proventiculus, empedal (gizzard), duodenum, jejunum, dan ilium, coecum (usus buntu), rektum, kloaka. Organ pencernaan tambahan meliputi hati, pankreas, dan limfa (Yuwanta, 2004).
Hati. Hati merupakan organ tambahan pada unggas yang berfungsi untuk mensekresikan getah empedu. Hasil pengukuran panjang dan berat hati pada ayam A adalah 7 cm dengan berat 29 gram, dan pada ayam B adalah 8 cm dengan berat 30 gram. Menurut Tarigan et. al., (2013), persentase berat hati normal ayam adalah 1,70 sampai 2,80 % dari berat ayam. Berat ayam A dan ayam B berada diatas kisaran normal. Faktor yang mempengaruhi berat hati adalah jenis hewan, besar tubuh, genetic serta pakan yang diberikan (Whittow, 2002).
 Hati dalam proses pencernaan berfungsi untuk mensekresikan getah empedu yang dibawa ke dalam duodenum. Fungsi dari getah empedu ini untuk menetralkan asam lambung (HCl) dan membentuk sabun terlarut dengan lemak bebas. Kedua fungsi tersebut memebantu dalam absorbsi dan translokasi asam lemak (Yuwanta, 2004). Fungsi utama hati dalam pencernaan dan absorpsi adalah produksi empedu. Empedu penting dalam proses penyerapan lemak pakan dan ekskresi limbah produk, seperti kolesterol dan hasil sampingan degradasi hemoglobin. Warna kehijauan empedu disebabkan karena produk akhir destruksi sel darah merah, yaitu biliverdin dan bilirubin. Volume empedu tergantung pada aliran darah, status nutrien unggas, tipe pakan yang dikonsumsi, dan sirkulasi empedu enterohepatic (Suprijatna et al., 2005).
                            Description: C:\Documents and Settings\Zahra\My Documents\All Makul\Foto unggas\Hati1.jpg
Gambar 13. Hati

Pankreas. Pankreas merupakan organ tambahan pada unggas yang berfungsi untuk mensekresikan getah pankreas. Hasil pengukuran panjang dan berat pankreas pada ayam A adalah 12 cm dengan berat 3 gram, dan pada ayam B adalah 9 cm dengan berat 5 gram. Berat normal pankreas berkisar antara 2,5 sampai 4 gram (Sturkie, 2002). Berdasarkan hasil praktikum, berat pankreas ayam A berada dalam kisaran normal sedangkan berat pankreas ayam B berada diatas kisaran normal. Menurut Yuwanta (2004) bahwa perbedaan ukuran tersebut mungkin disebabkan perbedaan dalam pemberian pakan, penyakit, umur dan jenis unggas.
Pankreas mensekresikan getah pankreas (pancreatic juices) yang berfungsi dalam pencernaan pati, lemak, dan protein. Disamping menyekresikan getah pankreas juga menyekresikan insulin. Pankreas mempunyai dua fungsi yang semuanya berhubungan dengan penggunaan energi ransum yaitu eksokrin (berfungsi mensuplai enzim yang mencerna karbohidrat, protein, dan lemak ke dalam lumen usus halus) dan endokrin (berfungsi menggunakan dan mengatur nutrien berupa energi untuk diserap dalam tubuh dalam proses dasar pencernaan) (Yuwanta, 2004).
Gambar 14. Pankreas

Limfa. Limfa merupakan organ tambahan yang fungsinya belum jelas, namun diduga membantu koordinasi pembentukan sel darah merah dan sel darah putih. Hasil dari pengukuran panjang dan berat limfa ayam A adalah 1,24 cm dengan berat 2 gram dan ayam B adalah 2cm dengan berat 1 gram. Limfa (spleen) berfungsi memecah sel darah merah dan sel darah putih (Yuwanta, 2004).
Gambar 15. Limfa

Sistem Reproduksi Betina
Sistem reproduksi pada unggas terutama pada ayam berbeda dengan hewan lain. Sistem reproduksi pada unggas oviduk terbagi menjadi infundibulum, magnum, dan isthmus. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan data hasil pengamatan sistem reproduksi ayam betina sebagai berikut[a5]  :
Tabel 3. Organ Reproduksi Ayam Betina
Parameter
Ayam A
Ayam B
Panjang (cm)
Berat (gram)
Panjang (cm)
Berat (gram)
Ovarium
8
34
9,5
20
Infundibulum
11
1
13
2
Magnum
35
40
40
38
Isthmus
18
16
14
7
Uterus
7,5
22
6
19
Vagina
3
12
3
5

Anatomi alat reproduksi ayam betina terdiri dari dua bagian utama yaitu ovarium yang merupakan tempat sintesis hormone steroid sexual, gametogenesis dan perkembangan serta pemasakan kuning telur (ovum). Bagian kedua adalah oviduk yaitu tempat menerima kuning telur masak, sekresi putih telur, dan pembentukan kerabang telur. Unggas pada umumnya dan ayam pada khususnya hanya ovarium kiri yang berkembang dan berfungsi, sedangkan pada bagian kanan mengalami rudimenter (Yuwanta, 2004)  
.Description: E:\Busy\Kuliah\Smester 3\Praktikum\unggas\IMG_2308.JPG
Gambar 17. Saluran Reproduksi Ayam Betina

Ovarium. Ovarium adalah tempat sintetis hormone steroid seksual, gametogenesis dan pemasakan telur atau folikel. Ovarium pada unggas disebut juga dengan folikel. Bentuk ovarium seperti buah anggur dan terletak pada rongga perut yang berdekatan dengan ginjal kiri dan bergantung pada ligamentum meso-ovarium (Yuwanta, 2004). Ovarium merupakan organ reproduksi betina yang berfungsi sebagai penghasil ovum. Ovarium adalah organ primer (atau esensial) reproduksi pada betina, seperti halnya testes pada hewan. Ovum berkembang dengan melewati tahap-tahap tertentu yaitu folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier, dan folikel de Graaf. Ovum yang sudah masak, pada bagian stigma akan robek sehingga terjadi ovulasi. Sobeknya stigma dipengaruhi oleh hormon LH. LH (Luteinizing Hormone) yang pada hewan jantan disebut ICSH (Intertitial Cell Stimulating Hormone) berfungsi untuk mendorong produksi dan sekresi hormone testosteron yang berperan untuk menimbulkan sifat kelamin sekunder dan pendewasaan sel spermatozoa (Piraksa & Bebas, 2009). Ovarium dibungkus oleh membran yang disebut membran vitelina.
Hormone LH dihasilkan oleh kelenjar basophile. Basophile disamping menghasilkan hormone LH juga menghasilkan hormone FSH. (Follicle Stimulating Hormone) berfungsi untuk pertumbuhan dan pematangan folikel (folikulogenesis), folikel yang tumbuh menghasilkan hormone estrogen, sehingga menyebabkan munculnya keinginan dan tingkah laku birahi (Satiti et al., 2014). Ovarium dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian korteks dan medula. Hasil pengukuran panjang ovarium pada ayam A adalah 8 cm dengan berat 34 gram, dan pada ayam B adalah 9,5 cm dengan berat 20 gram. Berat ovarium menurut Yuwanta (2004) adalah 60 gram untuk unggas dewasa, sedangkan pada hasil pengamatan didapat berat ovarium ayam A adalah 34 gram dan ayam B 20 gram. Ayam A dan B ovariumnya lebih ringan, ini dimungkinkan karena ayam yang digunakan dalam praktikum merupakan ayam afkir sehingga ovarium ayam tersebut sudah tidak dapat berkembang. Faktor yang mempengaruhi adalah semakin tua umur ternak tersebut, maka ukuran ovariumnya semakin besar. Ovarium dalam unggas dinamakan juga folikel. Bentuk ovarium seperti buah anggur dan terletak pada rongga perut berdekatan dengan ginjal kiri dan bergantung pada ligamentum mesovarium. Besar ovarium pada saat ayam menetas 0,3 gram kemudian mencapai panjang 1,5 cm pada ayam betina umur 12 minggu dan mempunyai berat 60 gram pada tiga minggu sebelum dewasa kelamin (Yuwanta, 2004).
Description: Photo-0343
Gambar 18. Ovarium

Infundibulum. Infundibulum  atau papilon merupakan bagian yang panjangnya 9 cm dan fungsi utamanya adalah hanya menangkap ovum yang masak. Bagian ini sangat tipis dan mensekresikan sumber protein yang mengelilingi membran vitelina. Perbatasan antara infundibulum dan magnum dinamakan sarang spermatozoa yang merupakan terminal akhir dari lalu lintas spermatozoa sebelum terjadi pembuahan (Yuwanta, 2004).
Fungsi infundibulum adalah tempat terjadinya fertilisasi. Bagian atas infundibulum terdapat selaput tipis disebut fimbria yang berfungsi untuk menangkap ovum yang telah masak dan kemudian masuk kedalam lubang ostium abdominal.  Menurut Sidadolog (2001), Infundibulum atau funnel atau trichter memiliki ukuran 6 sampai 10 cm, pada hasil pengamatan didapat panjang infundibulum untuk ayam A adalah 11 cm dengan berat 1 gram dan ayam B adalah 13 cm dengan berat 2 gram. Hal ini menunjukan bahwa infundibulum ayam berada diatas kisaran normal. Faktor yang mempengaruhi panjang infundibulum adalah dipengaruhi oleh umur dan kondisi fisiologis ayam.
Infundibulum harus mengambil semua yolk yang jatuh ke dalam rongga tubuh. Kadang-kadang kemampuan infundibulum untuk menangkap sebagian besar yolk hilang dan menimbunnya dalam rongga tubuh lebih cepat daripada kemampuannya menyerap. Setelah ovulasi, yolk jatuh kedalam kantong ovarium atau ronnga tubuh, yang kemudian akan diambil oleh infundibulum. Yolk berada pada infundibulum hanya pada waktu yang singkat yaitu sekitar 15 menit saja, kemudian didorong melalui oviduk oleh kontraksi oviduk (Suprijatna et al., 2005). Sperma pada ayam dapat bertahan hingga 2 sampai 3 minggu dalam infundibulum (Gofur and Haikal, 2008).
Description: Photo-0344.
Gambar 19. Infundibulum

Magnum. Magnum tersusun dari glandula tubuler yang sangat sensibel. Mukosa dari magnum tesusun dari sel gobelet yang berfungsi dalam mensekresikan putih telur kental dan cair. Panjang magnum menurut Yuwanta (2004), adalah 33 cm, sedangkan pada hasil praktikum didapat panjang atau ukuran magnum ayam A adalah 35 cm dan pada ayam B adalah 40 cm. berat ayam A dan ayam B masing-masing 40 gram dan 38 gram. Magnum merupakan bagian terpanjang dari oviduct. Terdapat perbedaan antara keadaan normal dengan data hasil praktikum yang disebabkan aleh perbedaan umur, faktor genetik, produksi telur yang telah dihasilkan, jadi dimungkinkan bahwa ayam A yang memiliki panjang magnum yang relatif panjang sehingga produksi telurnya tinggi.
Magnum adalah bagian oviduk yang mensekresikan albumin yang panjangnya sekitar 13 inchi (33 cm). Diperlukan waktu sekitar 3 jam bagi telur yang sedang berkembang  untuk melalui magnum. Albumin pada sebutir telur terdiri dari 4 lapisan. Masing-masing adalah chalazae (27.0 %), putih kental (57.0 %), putih telur encer (17.3%) dan putih telur encer bagian luar 23.0%). Keempat lapisan tersebut diproduksi pada magnum, tetapi putih telur encer luar (outer thin white) tidak lengkap sampai air ditambahkan di uterus (Suprijatna, 2005).
Description: Photo-0345
Gambar 20. Magnum

Isthmus. Isthmus merupakan tempat pembentukan kerabang tipis. Kandungan pada masa pembentukan kerabang tipis tidak secara lengkap mengisi membran kerabang dan telur menyerupai sebuah kantung hanya sebagian yang terisi air. Telur berada di isthmus sekitar 75 sampai 90 menit. Menurut kisaran normal panjang ishtmus adalah 10 cm, (Suprijatna, 2005). Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum didapat hasil untuk ayam A adalah 18 cm dan ayam B adalah 14 cm. Hal ini menunjukkan bahwa isthmus pada ayam A dan ayam B berada pada kisaran diatas normal. Faktor yang mempengaruhi panjang isthmus adalah umur dan kondisi fisiologis.
Description: Photo-0346
Gambar 21. Isthmus

Uterus. Uterus disebut juga glandula kerabang telur, panjangnya 10 cm. Pada bagian ini ada dua fenomena yaitu hidratasi putih telur atau plumping, kemudian terbentuk kerabang telur. Warna kerabang telur yang terdiri atas sel phorphirin akan terbentuk di bagian ini pada akhir mineralisasi kerabang telur (Yuwanta, 2004). Pewarnaan telur ditentukan oleh pigmen melamin (putih), karotenoid (kuning) dan phorpirin (coklat). Uterus berperan dalam proses pengerasan kerabang telur oleh kalsium (Fadilah, 2004). Warna telur bebek dipengaruhi oleh pigmen oocean (hijau kebiruan).
Ayam yang berproduksi panjangnya 4,0 sampai 4,7 inchi (10-12 cm). Telur yang berkembang tinggal di uterus sekitar 18 sampai 20 jam, lebih lama daripada dibagian lain dari oviduk (Suprijatna, 2005). Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum didapat hasil pada ayam A yaitu 7,5 cm dan pada ayam B yaitu 6 cm. Perbedaan ukuran uterus pada ayam B dengan disebabkan faktor umur, faktor genetic dan tingkat produksi telur. Putih telur encer bagian luar (outer thin white) ditimbun setelah membran kerabang. Telur pertama apabila masuk ke uterus, air dan garam-garam ditambahkan melalui membran kerbang dengan proses osmosis sehingga menebalkan dan menempel pada membran kerabang.
Description: Photo-0347
Gambar 22. Uterus[a6] 

Vagina. Skema produksi telur pada ayam dengan panjang vagina sekitar 4,7 inchi (12cm). Kutikula ditimbun pada kerabang untuk mengisi sebagian pori-pori kerabang. Secara normal, telur tinggal dalam vagina selama beberapa menit, tetapi dalam keadaan tertentu dapat tinggal beberapa jam (Suprijatna, 2005). Kutikula melapisi permukaan kulit telur sehingga tidak ada pori-pori yang terbuka (Fadilah, 2004). Telur berada di vagina hanya dalam waktu 3 menit kemudian keluar (ovoposisi). Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum didapat hasil pada ayam A yaitu 6 cm dengan berat 6 gram dan pada ayam B yaitu 1 cm dengan berat 6 gram. Terjadi perbedaan yang sangat signifikan antara hasil pengamatan dengan kisaran normal karena faktor genetik, umur dan bisa dimungkinkan ketidaktepatan pada bagian vagina yang diukur.
Description: Photo-0348
Gambar 23. Vagina

Kloaka. Kloaka merupakan tempat sisa-sisa metabolisme dikeluarkan dalam bentuk eksreta. Eksreta merupakan campuran antara urin dan feses yang keluar secara bersama-sama. Kloaka merupakan tempat sisa-sisa metabolism dikeluarkan dalam bentuk eksreta. Eksreta merupakan campuran antara urin dan feses yang keluar secara bersama-sama. Kloaka terdiri dari 3 bagian, yaitu kuprodeum atau saluran keluarnya feses, urodeum atau saluran keluarnya urin dan protodeum atau saluran keluarnya sperma atau sel telur (Yuwanta, 2004).
Description: Photo-0349
Gambar 24. Kloaka

Sistem Reproduksi Ayam Jantan
Organ reproduksi ayam jantan terdiri dari testes, ductus deferens, dan organ kopulasi yang terdapat dalam kloaka yaitu papilla penis. Unggas jantan berbeda dari ternak piaraan lainnya karena testes tidak terdapat dalam skrotum tetapi tetap berada dalam rongga badan dan terletak didekat tulang belakang dekat bagian anterior (Scanes et,all, 2004).
Testis. Testis merupakan bagian dari sistem reproduksi jantan yang didalamnya terdapat proses spermatogenesis. Spermatogenesis merupakan proses untuk menghasilkan sel sperma. Sel sperma terbentuk melalui beberapa tahap yaitu spermatogonium tipe A, spermatogonium tipe 1 N, spermatogonium tipe B, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid, dan spermatozoa. Testis ayam jantak terletak di rongga badan dekat tulang belakang, melekat pada bagian dorsal dari rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium, berdekatan dengan aorta dan vena cava, atau dibelakang paru-paru bagian depan dari ginjal. Temperatur testis selalu 41’C sampai 43’C karena spermatogenesis (pembuatan sperma) akan terjadi pada temperatur tersebut (Yuwanta, 2004). Testis berjumlah sepasang terletak pada bagian atas di abdominal kearah punggung pada bagian anterior akhir dari ginjal dan berwarna kuning terang. Testis unggas tidak seperti hewan lainnya yang terletak di dalam skrotum (Amrullah, 2004). Testis ayam berbentuk biji buah buncis dengan warna putih krem. Testis terbungkus oleh dua lapisan tipis transparan, lapisan albugin yang lunak. Bagian dalam dari testis terdiri atas tubuli seminiferi (85% sampai 95% dari volume testis), yang merupakan tempat terjadinya spermatogenesis, dan jaringan intertitial yang terdiri atas sel glanduler (sel Leydig) tempat disekresikannya hormon steroid, androgen, dan testosteron.
Saluran Deferens. Saluran deferens adalah suatu pembuluh yang merupakan kelanjutan dari tubulus seminiferus. Setiap saluran deferens membuka ke jonjot usus kecil yang secara bersamaan berfungsi sebagai alat penggerak. Vas deferens merupakan bagian reproduksi ayam jantan yang berfungsi untuk tempat penyimpanan sperma. Saluran deferens dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian atas yang merupakan muara sperma dari testis, serta bagian bawah yang merupakan perpanjangan dari saluran epididimis dan dinamakan saluran deferens. Di dalam saluran deferens sperma mengalami pemasakan dan penyimpanan sebelum diejakulasikan. Pemasakan dan penyimpanan sperma terjadi pada 65% bagian distal saluran deferens (Yuwanta,2004). Saluran deferens jumlahnya sepasang, pada ayam jantan muda kelihatan lurus dan pada ayam jantan tua tampak berkelok kelok. Letak kearah caudal, menyilang ureter dan bermuara pada kloaka sebelah lateral urodeum (Amrullah, 2004).
Alat kopulasi. Alat kopulasi pada ayam berupa papila (penis) yang mengalami rudimenter, kecuali pada itik berbentuk spiral yang panjangnya 12 sampai 18 cm. Papila penis merupakan organ reproduksi jantan yang mengalami rudimeter. Papila memproduksi cairan transparan yang bercampur dengan sperma saat terjadinya kopulasi (Yuwanta,2004).
Penis pada ayam tidak berkembang seperti halnya pada ternak lainnya, bentuknya hanya sebagai papila atau pallus dan rudimeter seperti putting susu dan agak berkembang pada saat kopulasi atau terangsang libidonya, berfungsi sebagai alat kopulasi/ menyemprotkan sperma ke dalam alat reproduksi betina saat terjadi perkawinan (Sutiyono, 2001).
Description: G:\foto\IMG00069.jpg
Gambar 16. Saluran reproduksi ayam jantan


KESIMPULAN
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sistem digesti unggas dibagi menjadi mulut, oeshopagus, crop, proventriculus, ventriculus, usus besar (intestinum tenue), coecum, usus besar (intestinum crassum), dan kloaka. Usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum, sedangkan pada kloaka juga terbagi menjadi 3 bagian saluran pembuangan yaitu cuprodeum, protodeum, urodeum. Organ tambahan yang terdapat pada sistem digesti ayam ada 3 yaitu hati, pankreas, dan limfa. Sistem reproduksi pada ayam jantan dan ayam betina berbeda. Ayam jantan sistem reproduksinya dibagi menjadi tiga bagian yaitu testis, vas deferens, dan papila penis. Ayam betina sistem reproduksinya dibagi menjadi dua yaitu ovarium dan oviduct. Oviduct dibagi menjadi beberapa bagian yaitu infundibulum, magnum, isthmus, uterus, dan vagina. Adanya perbedaan hasil dengan literatur dapat disebabkan karena ayam yang digunakan belum mengalami pertumbuhan secara maksimum sehingga terjadi perbedaan hasil. Organ digesti yang tidak berada pada kisaran normal dipengaruhi oleh jenis dan bangsa ayam, umur, jenis kelamin, jenis pakan yang biasa dikonsumsi.









Daftar Pustaka

Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunungbudi IPB. Bogor.
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunungbudi IPB. Bogor.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Salemba Medika. Jakarta.
Balqis, Ummu, Risa Tiuria, Bambang Pontjo Priosoeryanto, dan Darmawi. 2007. Proliferasi sel goblet duodenum, jejunum, dan ileum ayam petelur yang diimunisasi dengan protein ekskretori/sekretori Ascaridia galli.
Fadilah, R. dan A. Polana. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara mengatasinya. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Fadilah, Roni. 2005. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka. Tangerang.
Fadilah, Roni dan Agustin Polana. 2011. Mengatasi 71 Penyakit pada Ayam. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Gofur, Abdul and Moch Haikal. 2008. Fertilisasi: awal pembentukan organisme baru. Universitas Negeri Malang. Malang.
Kartadisastra. 2008. Pengelolaan Pakan Ayam. Kanisius. Yogyakarta.
Nataamijaya, A. G. 2008. Karakteristik dan produktivitas ayam kedu hitam. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Buletin Plasma Nutfah Vol 14 No 2. Bogor
Piraksa, I.W., Bebas W. 2009. Pengaruh penyuntikan ekstrak hipofisis terhadap berat testes, gambaran mkroskopis testes, dan kualitas semen ayam hutan merah (Gallus gallus). Buletin Veteriner Udayana. Vol 1, No. 1
Prawitasari, R. H., V. D. Y. B. Ismadi, dan I. Estiningdriati. 2012. Kecernaan protein kasar dan serat kasar serta laju digesta pada ayam arab yang diberi ransum dengan berbagai level Azolla microphylla. Animal Agriculture Journal Vol. 1 No. 1 p 471-483.
Rasyaf, Muhammad. 2008.  Panduan Berternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Depok.
Satiti, D., Indah N.T., Adi P.R. 2014. Pengaruh penggunaan kombinasi progesteron (Medroxy progesterone acetate) dan prostaglandin (PGF2α) injeksi terhadap persentase birahi dan kebuntingan pada domba ekor gemuk. Veterina Medika. Vol 7, No. 2.
Scanes C.G., George B, Ensminger M. 2004. Poultry Science. Edisi ke-4. Illinois Interstate Publisher.
Sidadolog, Jafendi. 2001. Manajemen Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sturkie, P. D. 2002. Avian Physiology 3rd Edition. Springer-Verlag. New York.
Sukaryana, Y., U. Atmomarsono., V.D. Yunianto., dan E. Supriyatna. 2011. Peningkatan nilai kecernaan protein kasar dan lemak kasar produk fermentasi campuran bungkil inti sawit dan dedak padi pada broiler.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutiyono. 2001. Pengenalan Organ Reproduksi Ayam. Universitas Diponegoro.
Tarigan, Ronstarci., O. Sjofjian., and I. H. Djunaidi. 2013. Pengaruh penambahan probiotik selulolitik dalam pakan terhadap kualitas karkas, lemak abdominal dan berat organ dalam ayam pedaging. Universitas Brawijaya. Malang
Whittow, G. 2002. Strukies Avian Phsycology 5th. Academic Press. USA.
Widianingsih, Mia Nur. 2008. Persentase Organ Dalam Broiler yang Diberi Ransum Crumble Berperekat Onggok, Bentonit dan Tapioka. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Widodo, Wahyu. 2008. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang.
Yoder, C. A., J. K. Graham, and L. A. Miller. 2009. Molecular Effect of Nicarbazin on Avian Reproduction. National Wildlife Research. Colorado State University.
Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta
Zuprizal dan Kamal. M. 2006. Nutrisi Pakan Unggas. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.







 [a1]Tambah basa basi


 [a2]Spasi 1


 [a3]Spasi 1


 [a4]tambah basa basi


 [a5]tambah basa basi


 [a6]spasi 1