LAPORAN
PRAKTIKUM
BAHAN
PAKAN DAN FORMULASI RANSUM
Disusun oleh:
Ridwan Yuniawan
13/349162/PT/6545
Kelompok VIII
Asisten:
Santika Anggrahini
LABORATORIUM
TEKNOLOGI MAKANAN TERNAK
BAGIAN
NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
Ternak
membutuhkan pakan untuk menunjang kebutuhan hidup pokok sekaligus untuk
produksi, sehingga kadar nutrien yang diberikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing ternak. Nutrien yang dibutuhkan ternak tersebut dapat
dipenuhi melalui berbagai varietas bahan pakan yang dikonsumsi. Setiap bahan
pakan atau ransum pada ternak, baik yang sengaja kita berikan kepada ternak
maupun yang diperoleh sendiri, mengandung nutrisi yang konsentrasinya sangat
bervariasi.
Bahan
pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna sebagian atau
seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya. Bahan pakan yang
diberikan pada ransum ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah yang cukup. Pakan
yang berkualitas dan tersedia kontinyu sepanjang tahun merupakan salah satu
faktor penting dalam upaya pengembangan peternakan. Kandungan nutrien dalam
bahan pakan seperti protein, karbohidrat, dan lemak perlu diketahui. Kandungan
suatu pakan bisa diketahui melalui analisis proksimat.
Analisis
proksimat adalah suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan
nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan
dari bahan pakan atau pangan. Komponen fraksi yang dianalisis masih mengandung
komponen-komponen lain dengan jumlah yang sangat kecil, yang seharusnya tidak
masuk ke dalam fraksi yang dimaksud, itulah sebabnya mengapa hasil analisis
proksimat menunjukkan angka yang mendekati angka fraksi atau nilai sesungguhnya.
Praktikum
bahan pakan dan formulasi ransum bertujuan untuk mengetahui atau untuk
menentukan kadar air, kadar abu, kadar protein kasar, dan lemak kasar kadar
serat kasar dan ekstrak tanpa nitrogen (ETN) dalam suatu bahan pakan. Manfaat
dari praktikum ini adalah dapat mengetahui proses dalam analisis proksimat
untuk menentukan kadar air, kadar abu, kadar protein kasar, kadar lemak, kadar
serat kasar dan ekstrak tanpa nitrogen (ETN) dari sampel atau suatu bahan
pakan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Bahan
pakan (feed stuff) adalah segala
sesuatu yang dapat dimakan, dicerna sebagian atau seluruhnya untuk dapat
diabsorbsi, dan bermanfaat serta tidak mengganggu kesehatan pemakannya (Utomo,
2012). Hartadi et al., (1997)
menambahkan jika yang dimaksud bahan pakan adalah suatu bahan yang dimakan oleh
hewan yang mengandung energi dan zat-zat gizi (atau keduanya) di dalam pakan
ternak. Bahan pakan adalah bahan yang disediakan untuk ternak sebagai pakannya,
meliputi bahan pakan berserat, bahan pakan penguat atau penyerasi (konsentrat),
dan bahan tambahan khusus (vitamin dan mineral).
Bahan pakan dapat ditentukan
berdasarkan klasifikasinya. Menurut Utomo (2003), klasifikasi bahan pakan
secara internasional dibagi menjadi delapan kelas, yaitu hijauan kering dan
jerami kering, hijauan segar, silase, sumber energi, sumber protein, sumber
mineral, sumber vitamin, dan aditif pakan. Klasifikasi bahan pakan diperlukan
agar dapat menyusun ransum yang serasi, sehingga kebutuhan pakan ternak dapat
terpenuhi dengan baik.
Pembagian Kelas Bahan Pakan
Hijauan
kering dan jerami kering. Hijauan kering dan jerami kering mempunyai
kandungan energi yang rendah dan kandungan serat kasar yang tinggi (umumnya di
atas 18%) serta mempunyai kadar air kurang lebih 10%. Contoh hijauan kering
adalah: hay, jerami, fodder, stover dan sekam. Hay terdiri atas hay legum (kacang-kacangan) dan hay tidak termasuk legum. Hay merupakan
hijauan yang sengaja dikeringkan dengan tujuan untuk pengawetan. Kandungan air
berkisar antara 15 sampai dengan 20%.
Jerami merupakan komponen bahan
makanan yang terdiri atas batang, daun ataupun kulit biji setelah dipanen.
Jerami mengandung protein kasar berkisar antara 3 sampai dengan 4%. Biasanya
jerami berfungsi sebagai bulk (pengenyang),
diperlukan dalam jumlah yang sedikit. Fodder
adalah bagian batang dan daun tanaman jagung yang dipotong sebelum panen. Stover adalah bagian batang dan daun
tanaman jagung yang dipotong setelah panen. Sekam merupakan sisa penggilingan
berupa kulit padi (Widodo, 2002).
Hijauan segar (pasture).
Hijauan adalah bahan makanan dalam bentuk daun-daunan kadang masih bercampur
dengan batang, ranting, serta kembang-kembangnya, umumnya berasal dari tanaman
sebangsa rumput yang diberikan kepada ternak dalam keadaan masih segar, warna
masih hijau dan masih banyak mengandung air yaitu rata-rata 70 sampai 80% air,
sisanya yang 20 sampai 30% adalah bahan kering. Beberapa jenis hijauan yaitu
rumput (graminea), leguminosa, dan
hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka, daun waru (Hartadi et al., 2005).
Silase. Silase adalah hijauan makanan yang
diawetkan dengan cara tertentu (proses ensilase). Hasilnya masih dalam keadaan
segar dan masih mempunyai gizi yang cukup tinggi. Proses ensilase adalah proses
penguraian dan pembentukan zat-zat makanan karena aktivitas sel-sel tanaman
yang masih hidup. Proses ensilase dibagi menjadi dua tahap, yaitu proses aerob
dan anaerob. Proses aerob meliputi aktivitas respirasi sel-sel tanaman yang
memerlukan oksigen dan membentuk CO2, H2O dan energi.
Proses fermentasi anaerob terjadi karena aktivitas enzim dan bakteri. Pada
proses tersebut, karbohidrat akan dirombak menjadi alkohol, asam organik, asam
karbonat, air dan melepaskan panas. Bahan pengawet yang digunakan untuk proses
pembuatan silase ini adalah tetes, dedak, tepung jagung dan lain-lain yang
berfungsi mempercepat penurunan pH.
Sumber
energi. Bahan makanan sumber
energi mempunyai kandungan protein kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari
18%. Contoh bahan makanan sumber energi adalah biji-bijian dan butir-butiran,
limbah penggilingan, buah-buahan, akar-akaran dan umbi-umbian. Contoh-contoh
biji-bijian dan butir-butiran adalah jagung, sorghum, dan gandum. Contoh limbah
penggilingan antara lain adalah bekatul, dedak, dan menir. Contoh buah-buahan
adalah pisang, apel dan lain-lain. Contoh akar-akaran dan umbi-umbian adalah
singkong, ketela rambat dan lain-lain.
Sumber
protein. Bahan makan sumber
protein adalah bahan makanan yang kaya akan protein dengan nilai protein di
atas 20%. Bahan makanan sumber protein yang berasal dari hewan adalah tepung
ikan, tepung daging, tepung darah, jeroan, dan lain-lain. Bahan makanan unggas
sumber protein yang berasal dari tumbuhan adalah kacang-kacangan,
bungkil-bungkilan dan lain-lain.
Sumber
mineral. Bahan makanan sumber mineral terbesar berasal dari hewan, di
samping sebagian kecil dari tumbuh-tumbuhan. Contoh yang dapat dikemukakan
adalah tepung tulang, tepung kerang dan tepung ikan. Ternak membutuhkan mineral
untuk perbaikan dan pertumbuhan jaringan oleh mineral Ca dan P, memelihara
kondisi ionik dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam basa tubuh yaitu
mineral Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-,
PO43- dan SO43-, memelihara tekanan
osmotik cairan tubuh, menjaga kepekaan syaraf dan otot yaitu mineral Na+,
K+, Ca2+, Mg2+, mengatur transport zat makanan
dalam sel, mengatur permeabilitas membran sel, dan sebagai kofaktor enzim dan
mengatur metabolisme.
Sumber vitamin.
Bahan makanan sumber vitamin umumnya berasal dari tanaman, yaitu biji-bijian,
butir-butiran, buah-buahan, daun-daunan dan umbi-umbian dan sebagian berasal
dari hewan.
Aditif pakan. Aditif
pakan adalah makanan tambahan yang berfungsi untuk mengoptimalkan produksi.
Umumnya aditif pakan mempunyai efek sampingan yang kurang baik bagi. Oleh sebab
itu hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan aditif pakan adalah
spesifikasi tambahan yang dibutuhkan ternak, digunakan secara bersama-sama atau
sendiri, bentuk yang digunakan dan diberikan, kapan waktu penghentian
penggunaan dan berapa biaya tambahan yang dikeluarkan (Widodo, 2002).
Analisis Proksimat
Analisis
proksimat dikembangkan dari Weende Experiment Station Jerman oleh Henneberg dan
Stokman pada tahun 1865, yaitu metode analisis yang menggolongkan komponen yang
ada pada makanan. Analisis ini didasarkan atas komposisi susunan kimia dan
kegunaannya (Tillman et al., 1998), yang kemudian disebut sistem analisis
proksimat karena nilai yang diperoleh hanya mendekati nilai komposisi yang
sebenarnya. Analisis proksimat merupakan dasar analisis kimia yang dikerjakan
setiap hari dari pakan, jaringan tubuh atau ekskreta yang diantaranya berguna
untuk menentukan estimasi nilai kecernaan dan manfaat pakan, guna untuk
menentukan pakan untuk semua jenis ternak (Kamal, 1994).
Metode
proksimat menggambarkan bahwa analisis dapat dilakukan terhadap kadar air, abu,
lemak atau eter ekstrak, nitrogen total, dan kadar serat. Komponen bahan
ekstrak tanpa nitrogen adalah hasil pengurangan bahan kering dengan komponen,
abu, lemak, nitrogen total, dan serat. Komponen lemak, protein dan serat sering
disebut lemak kasar, protein kasar dan serat kasar. Metode analisis proksimat
menghasilkan komponen nutrien yang masih campuran (Hernawati, 2012).
BAB III
MATERI DAN METODE
Materi
Penetapan Kadar Air
Alat.
Alat yang digunakan pada praktikum penetapan kadar air adalah gelas timbang,
desikator, tang penjepit, oven pengering (105 sampai 110oC), dan
timbangan analitik.
Bahan.
Bahan yang digunakan pada praktikum penetapan kadar air adalah sampel bahan
pakan yaitu daun nangka kering.
Penetapan Kadar Abu
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum
penetapan kadar abu adalah silica disk,
desikator, tanur, tang penjepit, oven pengering (105 sampai 110°C), tanur (550 sampai 600°C), dan timbangan analitik.
Bahan.
Bahan yang digunakan pada praktikum penetapan kadar abu adalah sampel bahan
pakan yaitu daun nangka kering.
Penetapan Kadar Serat Kasar
Alat.
Alat yang digunakan pada praktikum penetapan kadar serat kasar adalah beaker
glass 600 ml, pemanas, saringan linen, serat gelas (glass wool), alat penyaring crucible,
gelas arloji, tang penjepit, desikator, oven pengering (105 sampai 110°C), tanur (550 sampai 600°C), dan timbangan analitik.
Bahan. Bahan yang digunakan pada
praktikum penetapan kadar serat kasar adalah sampel bahan pakan yaitu daun
nangka kering, H2SO4 1,25%, NaOH 1,25%, dan etil alkohol
95%.
Penetapan Kadar Protein Kasar
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum
penetapan kadar protein kasar adalah labu kjeldahl 650 ml, labu Erlenmeyer 650
ml dan 300 ml, gelas ukur 100 ml, buret, corong, pipet volume 25/50 ml, alat
destruksi dan destilasi, dan timbangan analitik.
Bahan. Bahan yang digunakan pada
praktikum penetapan kadar protein kasar adalah sampel bahan pakan yaitu daun
nangka kering, H2SO4 pekat, CuSO4 dan K2SO4,
kjeltab, NaOH 50%, HCl 0,1 N, H3BO3 0,1 N, dan indikator
mix.
Penetapan Kadar Ekstrak Eter
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum
penetapan kadar lemak kasar adalah seperangkat alat ekstraksi dan selongsong
dari Soxhlet, labu penampung, alat pendingin, oven pengering, desikator, tang
penjepit, timbangan analitik, dan kertas saring bebas lemak.
Bahan.
Bahan yang digunakan pada praktikum penetapan kadar lemak kasar adalah sampel
bahan pakan yaitu daun nangka kering dan larutan petroleum benzene.
Metode
Penetapan Kadar Air
Gelas timbang yang sudah bersih
bersama tutup yang dilepas dalam oven pengering pada suhu 105 sampai 110°C selama 1 jam. Gelas timbang didinginkan bersama
tutup yang dilepas di dalam desikator selama 1 jam, dan bila sudah dingin
ditimbang. Cuplikan bahan ditimbang seberat sekitar 1 gram, dimasukkan ke dalam
gelas timbang dan dikeringkan bersama tutup yang dilepas di dalam oven
pengering selama 8 sampai 24 jam pada suhu 105 sampai 110°C. Gelas timbang dikeluarkan bersama dengan cuplikan
bahan pakan dari dalam oven, lalu didinginkan di dalam desikator dengan tutup
dilepas selama 1 jam. Gelas timbang yang berisi cuplikan ditimbang dalam
keadaan dingin dan tertutup sampai diperoleh bobot yang tetap.
Perhitungan :
Kadar Air =
Kadar bahan
kering = 100% - kadar air
Keterangan : x = bobot gelas
timbang (vochdoos)
y = bobot cuplikan pakan
z =bobot cuplikan setelah dioven
105 - 110°C
Penetapan Kadar Abu
Silica disk yang sudah bersih
dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 sampai 110°C selama 1 jam. Silica disk didinginkan di dalam
desikator selama 1 jam, kemudian setelah dingin ditimbang. Cuplikan bahan pakan
ditimbang seberat 1 gram, dimasukkan ke dalam silica disk. Silica disk
yang berisi cuplikan bahan pakan dimasukkan ke dalam tanur. Tanur dinyalakan
pada suhu 550 sampai 600°C selama lebih dari 12
jam hingga cuplikan berwarna putih seluruhnya. Setelah itu suhunya diturunkan
sampai 120°C, lalu dimasukkan ke
dalam desikator selama 1 jam. Sesudah dingin kemudian bahan pakan ditimbang.
Perhitungan :
Kadar Abu =
Keterangan : x = bobot silica
disk kosong
y = bobot
sampel sebelum dibakar
dalam ditanur
z = bobot
sampel + silica disk setelahditanur
Penetapan Kadar Serat Kasar
Cuplikan
bahan pakan ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass
600 ml, ditambahkan 200 ml H2SO4 1,25%, dipanaskan sampai
mendidih selama 30 menit. Bahan pakan disaring dengan saringan linen dengan
bantuan pompa hampa. Hasil saringan dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan 200 ml NaOH 1,25% lalu dipanaskan sampai
mendidih selama 30 menit. Bahan pakan disaring kembali dengan menggunakan crucible yang dilapisi glass wool dengan bantuan pompa vakum kemudian dicuci dengan beberapa ml air panas
dan dengan 15 ml etil alkohol 95%. Hasil saringan termasuk glass wool dimasukkan ke dalam alat pengering dengan suhu 105
sampai 110°C selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator
selama 1 jam, setelah itu ditimbang. Gooch crucible bersama isinya ditimbang dan didinginkan pada
desikator, bila sudah dingin kemudian ditimbang.
Perhitungan :
Kadar serat
kasar =
Keterangan : x = bobot
sampel awal
y = bobot sampel
setelah dikeringkan oven 105°C
z = bobot sisa
pembakaran 550 - 600°C
Penetapan Kadar Protein Kasar
Destruksi. Cuplikan bahan pakan
ditimbang seberat 0,5 gr. Setelah bahan pakan ditimbang kemudian disiapkan 2
butir batu didih, 20 ml H2SO4 pekat dan ¼ tablet kjeltab. Cuplikan bahan pakan dimasukkan ke dalam
tabung destruksi yang telah bersih dan kering. Kompor destruksi dihidupkan
kemudian tabung-tabung destruksi ditempatkan pada lubang yang ada pada kompor,
lalu pendingin dihidupkan. Skala pada kompor destruksi di set kecil kurang
lebih 1 jam. Destruksi diakhiri bila larutan berwarna jernih kemudian
didinginkan dan dilanjutkan proses destilasi.
Destilasi. Hasil destruksi
diencerkan dengan air sampel volumenya 300 ml, digojog agar larutan homogen.
Erlenmeyer 650 ml yang berisi 50 ml H3BO3 0,1 N, 100 ml
air, dan 3 tetes indicator mix
disiapkan. Penampung dan labu kjeldahl disiapkan dalam alat destilasi. Air
pendingin dihidupkan dan tombol ditekan hingga menyala hijau. Dispensing ditekan ke bawah untuk
memasukkan NaOH 50% ke dalam tabung. Penambahan NaOH harus melalui dinding. Handle steam diturunkan sehingga larutan
yang ada dalam tabung mendidih. Destilasi berakhir setelah desilat mencapai 200
ml kemudian buat blanko dengan menggunakan cuplikan yang berupa H2O
dan di destilasi.
Titrasi. Hasil destilasi
dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berubah warna menjadi putih keperakan. Jumlah titrasi HCl yang digunakan diamati
kemudian dihitung menggunakan rumus:
Perhitungan
:
Kadar
protein kasar =
Keterangan : x = jumlah titrasi sampel (ml)
y = jumlah
titrasi blanko (ml)
N =
normalitas HCl
z = bobot sampel
(gram)
Penetapan Kadar Ekstrak Eter
Cuplikan bahan pakan ditimbang
sekitar 0,5 gr dan dibungkus dengan kertas saring bebas lemak, diambil sampel
sebanyak 3 bungkus. Masing-masing bungkusan cuplikan dimasukkan ke dalam oven
pengering 105 sampai 110°C selama semalam.
Bungkusan cuplikan bahan pakan ditimbang dalam keadaan panas kemudian
dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet. Labu penampung diisi dengan petroleum benzene sekitar ½ volume labu
penampung, alat ekstraksi Soxhlet juga diisi sekitar ½ volume dengan petroleum benzene. Labu penampung dan
tabung Soxhlet dipasang, kemudian penangas dan pendingin dihidupkan. Ekstraksi
dilakukan selama sekitar 16 jam atau sampai petroleum
benzene dalam alat ekstraksi berwarna jernih. Pemanas dimatikan kemudian
sampel diambil dan dipanaskan dalam oven pengering selama semalam. Bahan pakan dimasukkan ke dalam desikator
selama 1 jam lalu ditimbang.
Perhitungan :
Kadar ekstrak eter =
Keterangan : x = bobot sampel awal
y = bobot sampel + kertas
saring bebas lemak setelah oven 105°C (sebelum diekstraksi).
z = bobot sampel + kertas
saring bebas lemak setelah oven 105°C (setelah diekstraksi)
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Fisik
Hasil
pengamatan fisik pada sampel pakan ternak adalah sebagai berikut:
Tabel
1. Data Hasil Pengamatan Sampel Bahan Pakan
Parameter Pengamatan
Tekstur Kasar
Warna Hijau
Bau Harum
Rasa Hambar
Berdasarkan
uji organoleptik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa sampel terasa kasar,
sampel berwarna hijau, aromanya harum seperti buah nangka, dan rasanya hambar, maka
dapat disimpulkan bahwa bahan pakan yang digunakan adalah daun nangka. Sasongko
et al., (2010) menyatakan bahwa daun
nangka banyak mengandung tanin. Hal tersebut diperkuat oleh Kurniawati (2008)
dalam Sasongko et al., (2010) bahwa
setelah dilakukan penentuan kadar tanin pada beberapa hijauan pakan yang belum
banyak dikenal dengan menggunakan metode total fenol dan total tanin. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kadar total tanin pada daun nangka relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan hijauan pakan lainnya.
Tanin
dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang mudah terhidrolisis dan tanin
terkondensasi. Tanin yang mudah terhidrolisis merupakan polimer gallic atau ellagic
acid yang berikatan ester dengan sebuah molekul gula, sedangkan tanin
terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbon-karbon
(Waghorn dan McNabb, 2003 dalam Jayanegara dan Sofyan, 2008). Kemampuan tanin
untuk membentuk kompleks dengan protein berpengaruh negatif terhadap fermentasi
rumen dalam nutrisi ternak ruminansia. Tanin dapat berikatan dengan dinding sel
mikroorganisme rumen dan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau
aktivitas enzim (Smith et al., 2005 dalam Jayanegara dan Sofyan, 2008).
Keberadaan
tanin di sisi lain berdampak positif jika ditambahkan pada pakan yang tinggi
akan protein baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini disebabkan protein
yang berkualitas tinggi dapat terlindungi oleh tanin dari degradasi mikroorganisme
rumen sehingga lebih tersedia pada saluran pencernaan pasca rumen. Kompleks
ikatan tanin-protein kemudian dapat lepas pada pH rendah di abomasum dan
protein dapat didegradasi oleh enzim pepsin sehingga asam-asam amino yang
dikandungnya tersedia bagi ternak. Hal ini menjadikan tanin sebagai salah satu
senyawa untuk memanipulasi tingkat degradasi protein dalam rumen (Jayanegara
dan Sofyan, 2008).
Sasongko
et al., (2010) menyatakan bahwa pohon nangka dapat tumbuh di berbagai tipe tanah,
tanah liat berpasir/liat berlempung yang dalam dengan irigasi yang baik.
Umumnya tanah yang cocok yaitu tanah yang gembur dan agak berpasir. Pohon ini
hidup pada tanah tandus sampai subur dengan kondisi reaksi tanah asam sampai
alkalis. Pohon nangka tahan terhadap pH rendah (tanah masam) dengan pH 6,0
sampai 7,5, tetapi yang optimum pH 6 sampai 7. Berdasarkan analisis proksimat
daun nangka mempunyai kandungan bahan kering (BK) 34%, bahan organik (BO)
85,95%, protein kasar (PK) 11,22%, lemak kasar (LK) 2,55%, serat kasar (SK)
21,45%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 50,73% dan abu 14,3%.
Analisi Proksimat
Berdasarkan
hasil pengamatan saat praktikum, diperoleh data hasil analisis proksimat dari
sampel daun nangka adalah sebagai berikut:
Tabel
2. Hasil Analisis Proksimat
Parameter
|
Pengamatan
|
||
I
|
II
|
Rata-rata
|
|
Bahan kering (%)
|
33, 40
|
33,69
|
33,545
|
Protein kasar (%)
|
14,67
|
8,08
|
11,375
|
Serat kasar (%)
|
22,41
|
22,64
|
22,525
|
Lemak kasar (%)
|
3,10
|
3,38
|
3,24
|
Abu (%)
|
14,6
|
14,19
|
14,395
|
BETN (%)
|
44,94
|
51,97
|
48,455
|
Penetapan
kadar air. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data kadar air sampel
daun nangka sebesar 64,445% sehingga
diperoleh data bahan kering sampel sebesar 33,545%. Sasongko et al., (2010) menyatakan bahwa kadar air dalam daun nangka sebesar 66%.
Berdasarkan literatur kadar air dalam bahan pakan daun nangka mempunyai
perbedaan yang sedikit. Menurut Reksohadiprojo (1994), perbedaan
tersebut bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya mengenai perlakuan
terhadap pakan (dikeringkan dahulu atau tidak), lingkungan, dan waktu (lama
tidaknya penyimpanan bahan pakan).
Pengukuran
kadar air pertama-tama dilakukan dengan mengeringkan sampel ke dalam oven.
Pengeringan dalam oven dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pada suhu 135°C dibutuhkan waktu 2 jam,
hasil yang diperoleh berupa bahan kering udara. Pengeringan pada suhu 100°C untuk periode yang panjang
dibutuhkan waktu 8 sampai 24 jam. Pengeringan pada suhu kurang dari 100°C dalam oven vakum selama 3
sampai 5 jam atau 20 sampai 25°C di
atas titik didih air pada tekanan tekanan udara kurang lebih 25 mm. Sampel
ditimbang setelah kering kemudian perhitungan persentase air atau kelembaban
dapat dihitung dengan rumus (Hernawati, 2012).
Penetapan kadar air yang kami lakukan menurut literatur
menggunakan metode yang kedua, diawali dengan menimbang sampel dengan timbangan
analitik kemudian sampel diletakkan pada silica disk
yang telah dioven pada suhu 105°C sampai 110°C. Sampel beserta silica disk kemudian dioven kembali pada suhu 105°C sampai 110°C selama 8 sampai
24 jam. Tujuan dilakukan pengovenan pada suhu 105°C sampai 110°C selama 8 sampai
24 jam adalah agar seluruh kandungan air yang
terdapat di dalam bahan pakan dapat menguap
seluruhnya
karena dipanaskan pada suhu 105°C sampai 110°C merupakan titik
uap air sehingga diperoleh bobot bahan yang tertinggal dan dapat diketahui
kandungan air dalam bahan tersebut. Pengovenan menggunakan silica disk dan tidak menggunakan voochdos. Hal tersebut dikarenakan setelah dilakukan pengovenan untuk
mengetahui kadar air, sampel langsung dilakukan pembakaran tanur 550 sampai 600°C untuk kemudian diuji kadar abu. Voochdos tidak tahan panas dan akan
melebur saat dilakukan pembakaran tanur 550 sampai 600°C, maka digunakan silica disk yang lebih tahan terhadap panas. Sampel kemudian
dimasukkan kedalam desikator untuk memastikan bahwa tidak ada lagi kandungan
air yang tersisa didalam sampel saat mendinginkan sampel.
Penetapan kadar abu. Berdasarkan
hasil praktikum dapat diketahui bahwa kadar abu dalam sampel daun nangka adalah
14,395%. Menurut Sasongko et al.,
(2010) kandungan abu dalam daun nangka adalah 14,3%. Dibandingkan dengan
literatur hasil yang didapat dalam praktikum tidak jauh berbeda. Perbedaan kadar abu tersebut dapat dipengaruhi oleh
lamanya penyimpanan bahan pakan. Komponen abu pada analisis
proksimat tidak memberikan nilai makna yang penting karena abu tidak mengalami
pembakaran sehingga tidak mengasilkan energi. Jumlah abu dalam bahan pakan
hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen. Abu
terdiri dari komponen mineral, namun bervariasinya komposisi unsur mineral
dalam bahan pakan asalnya menyebabkan abu tidak dapet dipakai sebagai indeks
untuk menetukan jumlah unsur mineral tertentu. Sampel dibakar dengan suhu tinggi bahan
organik yang ada akan terbakar dan sisanya merupakan abu (Suparjo, 2010).
Abu
diperoleh dari sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan. Bahan yang digunakan
saat praktikum merupakan hasil dari penetapan kadar air yang kemudian dibakar
dalam tanur dengan suhu 550°C
sampai 600°C.
Pembakaran sempurna pada tanur mengakibatkan bahan organik dalam bahan pakan
akan menguap menjadi CO2, H2O dan gas-gas lain sehingga
yang tertinggal adalah oksida mineral yang disebut dengan abu. Abu mengandung
bahan anorganik berupa mineral. Penetapan kadar abu menggunakan silica disk sebagai wadah sampel,
kemudian sampel yang terletak pada silica
disk di masukkan ke dalam tanur. Penetapan kadar abu menggunakan silica
disk
agar saat bahan beserta wadahnya ditanur pada suhu 550°C sampai 600°C wadah tidak pecah karena silica disk memiliki titik lebur yang
tinggi. Pembakaran dilakukan selama selama 2 jam, pada saat pembakaran didalam
tanur, suhu tidak langsung mencapai titik 550 sampai 600°C tetapi suhu akan
berangsur-angsur naik selama kurang lebih 30 menit untuk mencapai suhu 550
sampai 600°C.
Pembakaran selama 2 jam dihitung sejak suhu mencapai 550°C. Pembakaran didalam sampel
kemudian suhunya diturunkan menjadi 120°C
proses tersebut membutuhkan waktu hingga kurang lebih 10 jam. Suhu diturunkan
agar saat tanur dibuka dan suhu masih 550°C
maka tubuh kita tidak kuat saat dilakukan pengambilan sampel. Sampel kemudian
diambil dan dimasukkan kedalam desikator untuk pengeringan agar tidak ada air
yang tersisa.
Kadar
abu dalam bahan pakan tergantung dari spesies bahan penyusun ransum dan bagian
dari tanaman (Kamal, 1994). Menurut Hartadi et
al., (1997) kadar abu suatu bahan pakan ditentukan oleh keadaan spesies dan
varietas tanaman, umur tanaman, komposisi tanah, bagian mana yang dianalisis,
persediaan air dan pemupukan. Ditambahkan pula bahwa semakin tinggi kadar
mineral bisa pula disebabkan oleh tersedianya air yang cukup sehingga
penyerapan mineral meningkat.
Menurut
Davis dan Mertz (1987) dalam Arifin (2008), bila bahan biologis dibakar, semua
senyawa organik akan rusak. Sebagian besar karbon berubah menjadi gas karbon
dioksida (CO2), hidrogen menjadi uap air, dan nitrogen menjadi uap
nitrogen (N2). Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk
abu dalam bentuk senyawa anorganik sederhana, serta akan terjadi penggabungan
antar individu atau dengan oksigen sehingga terbentuk garam anorganik.
Penetapan kadar serat kasar. Berdasarkan
hasil praktikum, diperoleh data kadar serat kasar pada sampel daun nangka
adalah 22,525%. Sasongko et al., (2010)
menyatakan bahwa kadar serat kasar pada daun nangka adalah 21,45%. Dibandingkan
dengan literatur terdapat perbedaan yang tidak terlalu signifikan.
Penetapan
kadar serat kasar dilakukan dengan merebus sampel bahan pakan dalam larutan H2SO4
1,25% (0,255 N) dan larutan NaOH 1,25% (0,313 N) secara berurutan masing-masing
selama 30 menit. Fungsi perebusan dengan larutan asam terlebih dahulu baru
kemudian larutan basa serta dilakukan selama 30 menit adalah karena disesuaikan dengan sistem
pencernaan pada hewan monogastrik yang tidak bisa mencerna serat kasar serta membutuhkan
waktu 30 menit untuk mencerna zat-zat lain selain serat kasar. H2SO4
digunakan untuk mencerminkan keadaan di lambung sedangkan NaOH untuk
mencerminkan keadaan di usus halus. Menurut Sitompul dan Martini (2005),
kandungan serat dalam contoh ditentukan dengan menghidrolisisnya dalam asam
sulfat encer dan natrium hidroksida encer. Asam sulfat (H2SO4)
berfungsi untuk menghidrolisis protein dan karbohidrat, sedangkan natrium
hidroksida (NaOH) berfungsi untuk saponifikasi lemak sehingga akan ikut larut
didalam pembilasan menggunakan air hangat dan etil alkohol.
Bahan
pakan yang telah direbus disaring menggunakan glass wool dan crucible. Penyaringan
bahan dibantu dengan pompa vakum yang berfungsi untuk mempercepat penyerapan
asam dan basa setelah perebusan untuk menghasilkan filtrat. Glass wool digunakan karena pori-porinya
sangat kecil sehingga seluruh bahan organik yang tidak larut dapat tersaring
seluruhnya, selain itu glass wool
akan tahan terhadap panas saat dilakuka pembakaran pada tanur 550 sampai 600°C. Sampel yag berada didalam
crucible kemudian dicuci dengan
beberapa ml air panas dan 15 ml etil alkohol. Etil alkohol berfungsi untuk
melarutkan lemak yang masih menempel pada filtrat di dalam crucible. Hasil saringan kemudian dikeringkan dalam suhu 105 sampai
110°C
selama 24 jam agar kadar airnya hilang, setelah itu sampel yang masih dalam crucible kemudian dibakar pada suhu 550
sampai 600°C,
lalu dikeringkan dalam desikator dan kemudian ditimbang beratnya.
Serat
merupakan senyawa karbohidrat yang tidak dapat dicerna, fungsi utamanya untuk
mengatur kerja usus. Komponen utama dari serat adalah selulosa, terdapat
sebagian besar pada dinding sel kayu. Karbohidrat dibagi menjadi dua golongan,
yaitu serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Tilman et al., 1998). Serat
kasar dalam arti umum adalah semua senyawa organik dalam bahan pakan dengan
kecernaan rendah (Kamal, 1994). Sementara itu, serat kasar dalam analisis
proksimat adalah semua zat organik yang larut dalam H2SO4
0,3 N dan NaOH 1,5N yang dimasak berturut-turut selama 30 menit (Anggorodi,
1994). Fraksi serat dalam pakan ruminansia berfungsi sebagai sumber energi
utama, dimana sebagian besar selulosa dan hemiselulosa dari serat dapat dicerna
oleh mikroba yang terdapat dalam sistem perncernaannya dan akan menghasilkan
VFA, serta lignin yang tidak dapat dicerna oleh mikrobia rumen (Sitompul dan
Martini, 2005).
Penetapan kadar protein
kasar. Berdasarkan hasil praktikum uji kadar protein kasar
dalam bahan pakan daun nangka adalah sebesar 11,375 %. Sasongko et al., (2010) menyatakan bahwa kadar
protein kasar dalam daun nangka adalah 11,22%. Berdasaran literatur hasil yang
didapat hanya mempunyai perbedaan yang tidak terlalu signifikan.
Penetapan
kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl yang terdiri dari 3 tahapan,
yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Metode Kjeldahl merupakan metode yang
sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa
yang mengandung nitrogen. Tahap destruksi dilakukan dengan penambahan asam
sulfat pekat sehingga elemen karbon (C) dan hidrogen (H) teroksidasi menjadi
karbon monoksida (CO), karbondioksida (CO2), dan air (H2O).
Elemen Nitrogen akan berubah menjadi amonium sulfat. CuSO4 dan K2SO4
ditambahkan pada tahap destruksi sebagai katalisator. Kedua senyawa tersebut
bila ditambahkan dalam destruksi akan menyebabkan titik didih asam sulfat akan
dipertinggi sehingga proses destruksi akan berjalan lebih cepat. Reaksi yang terjadi pada proses destruksi:
|
Protein
Tahap destilasi terjadi pemecahan
amonium sulfat menjadi amonia, yaitu dengan penambahan larutan NaOH sampai
alkalis dan dipanaskan. Amonia yg dibebaskan ditangkap oleh larutan asam. Asam
yg dapat dipakai adalah H3BO3.
Reaksi
yang terjadi pada tahap destilasi yaitu:
Tahap destilasi dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui jumlah N yang terdestilasi. Hasil dari tahap destilasi
kemudian dititrasi dengan HCl untuk mendapatkan pH netral sehingga dapat
diketahui N yang terdestilasi.
Reaksi
yang terjadi pada tahap destilasi yaitu:
Protein
kasar (crude protein) adalah
kandungan protein dalam bahan makanan yang didapat dengan mengalikan kandungan
nitrogennya dengan faktor konversi yaitu 6,25 menggunakan metode Kjeldahl.
Protein kasar tidak hanya mengandung true protein saja tetapi juga mengandung
nitrogen yang bukan berasal dari protein (non protein nitrogen). Nilai gizi
protein adalah kemampuan protein untuk memenuhi kebutuhan asam amino yang
diperlukan. Dalam jaringan hidup, nitrogen terdapat sebagai protein dalam
jumlah relatif besar dan sebagai non protein nitrogen (NPN) dalam jumlah relatif
kecil (Silalahi, 1994).
Penetapan kadar lemak kasar.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, kadar lemak kasar sampel bahan pakan daun
nangka didapat sebesar 3,54%. Sasongko et al., (2010) menyatakan bahwa kadar
lemak kasar dari daun nangka adalah 2,55%. Berdasarkan literatur kandungan
lemak kasar yang didapat berada diatas kisaran normal. Kandungan lemak dalam
bahan pakan bisa dipengaruhi oleh pengolahan, penyimpanan, bahan tanaman dan
metode pengujian.
Penetapan
kadar lemak kasar menggunakan alat berupa alat ekstraksi Soxhlet berfungsi
untuk ekstraksi lemak kasar dalam sampel. Kompor ekstraksi untuk memanaskan
pelarut lemak guna mencucikan lemak dalam sampel bahan pakan. Labu ekstraksi
berfungsi untuk menampung pelarut lemak hasil pencucian. Reagensia yang
digunakan adalah petroleum benzene
yang berfungsi melarutkan lemak. Ekstraksi dilakukan selama 16 jam, setelah 16
jam pemanas dimatikan dan sampel diambil dan dipanaskan dalam oven pengering
105 sampai 110°C
selama semalam untuk menghilangkan airnya. Sampel kemudian dimasukkan kedalam
desikator untuk memastikan bahwa tidak ada air yang tersisa, kemudian
ditimbang.
Lemak kasar adalah campuran beberapa senyawa
yang larut di dalam pelarut lemak (eter, petroleum eter, petroleum benzene dan sebagainya), oleh karena itu lemak kasar
lebih tepat disebut ekstrak eter.
Disebut lemak kasar karena merupakan campuran dari beberapa senyawa yang larut
dalam pelarut lemak. Penentuan lemak kasar dapat dikerjakan dengan jalan
ekstraksi menggunakan zat pelarut lemak menurut Soxhlet, bila suah larut dan
kemudian pelarutnya diuapkan maka yang ketinggalan adalah lemak kasar. Lemak
terdiri dari unsur C, H dan O yang mempunyai sifat tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam bahan organik misalnya eter, petroleum spirit, heksan, Chloroform . Lemak juga mempunyai fungsi
sebagai pelarut vitamin-vitamin A, D, E dan K. (Kamal, 1994).
Penentuan kadar Ekstrak
Tanpa Nitrogen. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data
kandungan ETN sampel sebesar 48,455%. Sasongko et al., (2010) menyatakan bahwa kandungan ETN dalam sampel daun
nangka kering adalah 50,73%. Terdapat perbedaan 2% pada hasil uji kandungan ETN
daun nangka kering bila dibandingkan dengan literatur. Perbedaan tersebut bisa
dipengaruhi beberapa hal menurut Kamal (1994), kandungan ekstrak tanpa nitrogen dipengaruhi oleh
kandungan nutrien lainnya yaitu air, protein kasar, abu, lemak kasar dan serat
kasar.
Kandungan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (ETN) dalam bahan kering ditentukan dengan cara
mengurangkan kandungan zat lain dalam bahan pakan (abu, protein kasar, lemak
kasar, dan serat kasar) dalam %BK bahan pakan. Keuntungan penentuan kadar
ekstrak tanpa nitrogen yaitu tidak perlu lagi melakukan analisis dan bahkan
proses penentuannya mudah, sedangkan kerugian dari penentuan kadar ekstrak
tanpa nitrogen yaitu apabila salah satu dari nilai yang didapatkan minus maka
hasil yang akan ditentukan gagal dan harus melakukan pengulangan pada tahap
penganalisisan (Fauzi, 2006). Menurut Tillman et al., (1998) sistem analisis proksimat dapat untuk mengetahui 6
macam fraksi, yaitu air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan
ekstrak tanpa nitrogen. Khusus untuk ekstrak tanpa nitrogen nilainya dapat
dicari hanya berdasarkan perhitungan 100% dikurangi jumlah dari kelima fraksi
yang lain.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pengamatan dan uji tekstur yang terasa kasar, sampel berwarna hijau, bau
harum seperti buah nangka, dan rasanya hambar yang dilakukan saat praktikum
dapat diketahui sampel yang digunakan adalah daun nangka kering atau jerami
daun nangka. Berdasarkan hasil analisis proksimat dapat diketahui besar
kandungan nutrien sampel, yaitu bahan kering 33,545%, kadar abu 14,395%, kadar
serat kasar 22,525%, kadar protein
kasar 11,375%, kadar lemak kasar 3,24%, dan kadar ETN 48,455%. Faktor – faktor
yang mempengaruhi perbedaan kadar fraksi didalam suatu bahan pakan antara lain
jenis bahan pakan, lama penyimpanan, dan metode penentuan yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan Keempat. Gramedia.
Jakarta.
Arifin, Zainal. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem
biologi dan metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 27(3). Balai
Besar Penelitian Veteriner. Bogor.
Fauzi, M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. FTP UNEJ Press. Jember.
Hartadi. H.S., Reksohadiprojo dan A. D. Tillman. D.A. 1997. Tabel Komposisi
Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke
IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hernawati. 2012. Teknik Analisis Nutrisi Pakan, Kecernaan Pakan, dan
Evaluasi Energi pada Ternak. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Jayanegara, A. Dan A. Sofyan. 2008. Penentuan aktivitas biologis tanin
beberapa hijauan secara in vitro menggunakan ‘hohenheim gas test’ dengan polietilen
glikol sebagai determinan.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak Dasar. Laboratorium Makanan Ternak Jurusan
nutrisi dan Makanan ternak Fakultas Peternakan UGM.Yogyakarta.
Reksohadiprojo, S. 1994. Bahan Makanan Ternak Limbah Pertanian dan
Industri. BPFE. Yogyakarta.
Sasongko, Wahidin Teguh., Lies Mira Yusiati., Zaenal Bachruddin., dan
Mugiono. 2010. Optimalisasi pengiatan tanin daun nangka dengan protein bovine serum albumin.
Silalahi, J. 1994. Kadar Protein yang Terdapat dalam Beberapa Bahan
Makanan. Laporan Penelitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sitompul, Saulina dan Martini. 2005. Penetapan Serat Kasar dalam Pakan
Ternak Tanpa Ekstraksi Lemak. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional
Pertanian 2005.
Suparjo. 2010. Analisis Bahan Pakan secara Kimiawi: Analisis Proksimat dan
Analisis Serat. Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosukojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Utomo, R. 2003. Penyediaan Pakan di Daerah Tropik: Problematika,
Kontinuitas, dan Kualitas. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Widodo, Wahyu. 2002.
Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta.
LAMPIRAN
Penentuan Kadar Air
Diketahui:
-
Bobot sampel = 1,0174 g
-
Bobot silica disk + sampel
(sebelum oven) = 20,2118 g
-
Bobot silica disk + sampel
(setelah oven) = 20,16 g
Kadar air =
x100%
=
x 100%
= 66,31%
Kadar bahan kering = 100% - kadar air
= 100% -
66,31% = 33,69%
Penentuan Kadar Abu
Diketahui :
- Bobot
silica disk kosong =
19,1944 g
- Bobot
sampel (sebelum tanur) =
1,0174 g
- Bobot
silica disk + sampel
(setelah tanur) = 19,3315 g
Kadar abu =
x100%
=
x 100%
=
13,475 %
Kadar abu dalam BK =
x 13,47%
= 14,198 %
Penentuan Kadar Serat Kasar
Diketahui :
- Bobot
sampel awal
= 1,0035 g
- Bobot
sampel + crucible + glasswool (setalah oven) = 20,9649 g
- Bobot
sampel + crucible + glasswool (setelah tanur) = 20,7492 g
Kadar SK =
x 100%
=
x 100%
=
21,49 %
Kadar SK dalam BK =
x 21,49%
= 22,641%
Penentuan
Kadar Protein Kasar
Diketahui :
- Bobot
sampel = 0,5139
g
- Jumlah
titrasi sampel (ml) = 7,5 ml
- Jumlah
titrasi blanko (ml) = 0,3 ml
- Normalitas
HCl = 0,1
N
Kadar PK =
x 100%
=
x 100%
= 1,2259%
Kadar PK dalam BK =
x 1,2259%
= 8,08%
Penentuan Kadar Ekstrak Eter
Diketahui :
- Bobot
sampel awal = 0,741
g
- Bobot
sampel + kertas saring (oven;belum diekstrasi)
= 1,011 g
- Bobot
sampel + kertas saring (oven;sudah diekstrasi)
= 0.9866 g
Kadar PK =
x100%
=
x100%
=
3,38%
Kadar PK dalam BK =
x 3,38%
= 10,03%
Penentuan
Kadar
Ekstrak Tanpa Nitrogen
%ETN (BK) = 100% – (%Kadar abu + %Kadar SK + %Kadar
PK + %Kadar EE)
=
100% – (14,198% + 22,641% + 8,08% + 3,38%)
=
51,9%
No comments:
Post a Comment