Wednesday, April 1, 2015

LAPORAN BPFR

LAPORAN PRAKTIKUM
BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM








Disusun oleh:
Ridwan Yuniawan
13/349162/PT/6545
Kelompok VIII

Asisten: Santika Anggrahini



LABORATORIUM TEKNOLOGI MAKANAN TERNAK
BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Ternak membutuhkan pakan untuk menunjang kebutuhan hidup pokok sekaligus untuk produksi, sehingga kadar nutrien yang diberikan harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing ternak. Nutrien yang dibutuhkan ternak tersebut dapat dipenuhi melalui berbagai varietas bahan pakan yang dikonsumsi. Setiap bahan pakan atau ransum pada ternak, baik yang sengaja kita berikan kepada ternak maupun yang diperoleh sendiri, mengandung nutrisi yang konsentrasinya sangat bervariasi.
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya. Bahan pakan yang diberikan pada ransum ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah yang cukup. Pakan yang berkualitas dan tersedia kontinyu sepanjang tahun merupakan salah satu faktor penting dalam upaya pengembangan peternakan. Kandungan nutrien dalam bahan pakan seperti protein, karbohidrat, dan lemak perlu diketahui. Kandungan suatu pakan bisa diketahui melalui analisis proksimat.
Analisis proksimat adalah suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Komponen fraksi yang dianalisis masih mengandung komponen-komponen lain dengan jumlah yang sangat kecil, yang seharusnya tidak masuk ke dalam fraksi yang dimaksud, itulah sebabnya mengapa hasil analisis proksimat menunjukkan angka yang mendekati angka fraksi atau nilai sesungguhnya.
Praktikum bahan pakan dan formulasi ransum bertujuan untuk mengetahui atau untuk menentukan kadar air, kadar abu, kadar protein kasar, dan lemak kasar kadar serat kasar dan ekstrak tanpa nitrogen (ETN) dalam suatu bahan pakan. Manfaat dari praktikum ini adalah dapat mengetahui proses dalam analisis proksimat untuk menentukan kadar air, kadar abu, kadar protein kasar, kadar lemak, kadar serat kasar dan ekstrak tanpa nitrogen (ETN) dari sampel atau suatu bahan pakan.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bahan pakan (feed stuff) adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, dicerna sebagian atau seluruhnya untuk dapat diabsorbsi, dan bermanfaat serta tidak mengganggu kesehatan pemakannya (Utomo, 2012). Hartadi et al., (1997) menambahkan jika yang dimaksud bahan pakan adalah suatu bahan yang dimakan oleh hewan yang mengandung energi dan zat-zat gizi (atau keduanya) di dalam pakan ternak. Bahan pakan adalah bahan yang disediakan untuk ternak sebagai pakannya, meliputi bahan pakan berserat, bahan pakan penguat atau penyerasi (konsentrat), dan bahan tambahan khusus (vitamin dan mineral).
            Bahan pakan dapat ditentukan berdasarkan klasifikasinya. Menurut Utomo (2003), klasifikasi bahan pakan secara internasional dibagi menjadi delapan kelas, yaitu hijauan kering dan jerami kering, hijauan segar, silase, sumber energi, sumber protein, sumber mineral, sumber vitamin, dan aditif pakan. Klasifikasi bahan pakan diperlukan agar dapat menyusun ransum yang serasi, sehingga kebutuhan pakan ternak dapat terpenuhi dengan baik.
Pembagian Kelas Bahan Pakan
            Hijauan kering dan jerami kering. Hijauan kering dan jerami kering mempunyai kandungan energi yang rendah dan kandungan serat kasar yang tinggi (umumnya di atas 18%) serta mempunyai kadar air kurang lebih 10%. Contoh hijauan kering adalah: hay, jerami, fodder, stover dan sekam. Hay terdiri atas hay legum (kacang-kacangan) dan hay tidak termasuk legum. Hay merupakan hijauan yang sengaja dikeringkan dengan tujuan untuk pengawetan. Kandungan air berkisar antara 15 sampai dengan 20%.
            Jerami merupakan komponen bahan makanan yang terdiri atas batang, daun ataupun kulit biji setelah dipanen. Jerami mengandung protein kasar berkisar antara 3 sampai dengan 4%. Biasanya jerami berfungsi sebagai bulk (pengenyang), diperlukan dalam jumlah yang sedikit. Fodder adalah bagian batang dan daun tanaman jagung yang dipotong sebelum panen. Stover adalah bagian batang dan daun tanaman jagung yang dipotong setelah panen. Sekam merupakan sisa penggilingan berupa kulit padi (Widodo, 2002).
Hijauan segar (pasture). Hijauan adalah bahan makanan dalam bentuk daun-daunan kadang masih bercampur dengan batang, ranting, serta kembang-kembangnya, umumnya berasal dari tanaman sebangsa rumput yang diberikan kepada ternak dalam keadaan masih segar, warna masih hijau dan masih banyak mengandung air yaitu rata-rata 70 sampai 80% air, sisanya yang 20 sampai 30% adalah bahan kering. Beberapa jenis hijauan yaitu rumput (graminea), leguminosa, dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka, daun waru (Hartadi et al., 2005).
            Silase. Silase adalah hijauan makanan yang diawetkan dengan cara tertentu (proses ensilase). Hasilnya masih dalam keadaan segar dan masih mempunyai gizi yang cukup tinggi. Proses ensilase adalah proses penguraian dan pembentukan zat-zat makanan karena aktivitas sel-sel tanaman yang masih hidup. Proses ensilase dibagi menjadi dua tahap, yaitu proses aerob dan anaerob. Proses aerob meliputi aktivitas respirasi sel-sel tanaman yang memerlukan oksigen dan membentuk CO2, H2O dan energi. Proses fermentasi anaerob terjadi karena aktivitas enzim dan bakteri. Pada proses tersebut, karbohidrat akan dirombak menjadi alkohol, asam organik, asam karbonat, air dan melepaskan panas. Bahan pengawet yang digunakan untuk proses pembuatan silase ini adalah tetes, dedak, tepung jagung dan lain-lain yang berfungsi mempercepat penurunan pH.
            Sumber energi. Bahan makanan sumber energi mempunyai kandungan protein kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari 18%. Contoh bahan makanan sumber energi adalah biji-bijian dan butir-butiran, limbah penggilingan, buah-buahan, akar-akaran dan umbi-umbian. Contoh-contoh biji-bijian dan butir-butiran adalah jagung, sorghum, dan gandum. Contoh limbah penggilingan antara lain adalah bekatul, dedak, dan menir. Contoh buah-buahan adalah pisang, apel dan lain-lain. Contoh akar-akaran dan umbi-umbian adalah singkong, ketela rambat dan lain-lain.
            Sumber protein. Bahan makan sumber protein adalah bahan makanan yang kaya akan protein dengan nilai protein di atas 20%. Bahan makanan sumber protein yang berasal dari hewan adalah tepung ikan, tepung daging, tepung darah, jeroan, dan lain-lain. Bahan makanan unggas sumber protein yang berasal dari tumbuhan adalah kacang-kacangan, bungkil-bungkilan dan lain-lain.
            Sumber mineral. Bahan makanan sumber mineral terbesar berasal dari hewan, di samping sebagian kecil dari tumbuh-tumbuhan. Contoh yang dapat dikemukakan adalah tepung tulang, tepung kerang dan tepung ikan. Ternak membutuhkan mineral untuk perbaikan dan pertumbuhan jaringan oleh mineral Ca dan P, memelihara kondisi ionik dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam basa tubuh yaitu mineral Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, PO43- dan SO43-, memelihara tekanan osmotik cairan tubuh, menjaga kepekaan syaraf dan otot yaitu mineral Na+, K+, Ca2+, Mg2+, mengatur transport zat makanan dalam sel, mengatur permeabilitas membran sel, dan sebagai kofaktor enzim dan mengatur metabolisme.
Sumber vitamin. Bahan makanan sumber vitamin umumnya berasal dari tanaman, yaitu biji-bijian, butir-butiran, buah-buahan, daun-daunan dan umbi-umbian dan sebagian berasal dari hewan.
Aditif pakan. Aditif pakan adalah makanan tambahan yang berfungsi untuk mengoptimalkan produksi. Umumnya aditif pakan mempunyai efek sampingan yang kurang baik bagi. Oleh sebab itu hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan aditif pakan adalah spesifikasi tambahan yang dibutuhkan ternak, digunakan secara bersama-sama atau sendiri, bentuk yang digunakan dan diberikan, kapan waktu penghentian penggunaan dan berapa biaya tambahan yang dikeluarkan (Widodo, 2002).
Analisis Proksimat
Analisis proksimat dikembangkan dari Weende Experiment Station Jerman oleh Henneberg dan Stokman pada tahun 1865, yaitu metode analisis yang menggolongkan komponen yang ada pada makanan. Analisis ini didasarkan atas komposisi susunan kimia dan kegunaannya (Tillman et al., 1998), yang kemudian disebut sistem analisis proksimat karena nilai yang diperoleh hanya mendekati nilai komposisi yang sebenarnya. Analisis proksimat merupakan dasar analisis kimia yang dikerjakan setiap hari dari pakan, jaringan tubuh atau ekskreta yang diantaranya berguna untuk menentukan estimasi nilai kecernaan dan manfaat pakan, guna untuk menentukan pakan untuk semua jenis ternak (Kamal, 1994).
Metode proksimat menggambarkan bahwa analisis dapat dilakukan terhadap kadar air, abu, lemak atau eter ekstrak, nitrogen total, dan kadar serat. Komponen bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah hasil pengurangan bahan kering dengan komponen, abu, lemak, nitrogen total, dan serat. Komponen lemak, protein dan serat sering disebut lemak kasar, protein kasar dan serat kasar. Metode analisis proksimat menghasilkan komponen nutrien yang masih campuran (Hernawati, 2012).


BAB III
MATERI DAN METODE

Materi
Penetapan Kadar Air
            Alat. Alat yang digunakan pada praktikum penetapan kadar air adalah gelas timbang, desikator, tang penjepit, oven pengering (105 sampai 110oC), dan timbangan analitik.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum penetapan kadar air adalah sampel bahan pakan yaitu daun nangka kering.
Penetapan Kadar Abu
            Alat. Alat yang digunakan pada praktikum penetapan kadar abu adalah silica disk, desikator, tanur, tang penjepit, oven pengering (105 sampai 110°C), tanur (550 sampai 600°C), dan timbangan analitik.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum penetapan kadar abu adalah sampel bahan pakan yaitu daun nangka kering.
Penetapan Kadar Serat Kasar
            Alat. Alat yang digunakan pada praktikum penetapan kadar serat kasar adalah beaker glass 600 ml, pemanas, saringan linen, serat gelas (glass wool), alat penyaring crucible, gelas arloji, tang penjepit, desikator, oven pengering (105 sampai 110°C), tanur (550 sampai 600°C), dan timbangan analitik.
            Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum penetapan kadar serat kasar adalah sampel bahan pakan yaitu daun nangka kering, H2SO4 1,25%, NaOH 1,25%, dan etil alkohol 95%.
Penetapan Kadar Protein Kasar
            Alat. Alat yang digunakan pada praktikum penetapan kadar protein kasar adalah labu kjeldahl 650 ml, labu Erlenmeyer 650 ml dan 300 ml, gelas ukur 100 ml, buret, corong, pipet volume 25/50 ml, alat destruksi dan destilasi, dan timbangan analitik.
            Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum penetapan kadar protein kasar adalah sampel bahan pakan yaitu daun nangka kering, H2SO4 pekat, CuSO4 dan K2SO4, kjeltab, NaOH 50%, HCl 0,1 N, H3BO3 0,1 N, dan indikator mix.
Penetapan Kadar Ekstrak Eter
            Alat. Alat yang digunakan pada praktikum penetapan kadar lemak kasar adalah seperangkat alat ekstraksi dan selongsong dari Soxhlet, labu penampung, alat pendingin, oven pengering, desikator, tang penjepit, timbangan analitik, dan kertas saring bebas lemak.
            Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum penetapan kadar lemak kasar adalah sampel bahan pakan yaitu daun nangka kering dan larutan petroleum benzene.

Metode
Penetapan Kadar Air
            Gelas timbang yang sudah bersih bersama tutup yang dilepas dalam oven pengering pada suhu 105 sampai 110°C selama 1 jam. Gelas timbang didinginkan bersama tutup yang dilepas di dalam desikator selama 1 jam, dan bila sudah dingin ditimbang. Cuplikan bahan ditimbang seberat sekitar 1 gram, dimasukkan ke dalam gelas timbang dan dikeringkan bersama tutup yang dilepas di dalam oven pengering selama 8 sampai 24 jam pada suhu 105 sampai 110°C. Gelas timbang dikeluarkan bersama dengan cuplikan bahan pakan dari dalam oven, lalu didinginkan di dalam desikator dengan tutup dilepas selama 1 jam. Gelas timbang yang berisi cuplikan ditimbang dalam keadaan dingin dan tertutup sampai diperoleh bobot yang tetap.
Perhitungan :
Kadar Air =
Kadar bahan kering = 100% - kadar air
Keterangan : x = bobot gelas timbang (vochdoos)
                               y = bobot cuplikan pakan
                               z =bobot cuplikan setelah dioven 105 - 110°C
Penetapan Kadar Abu
Silica disk yang sudah bersih dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 sampai 110°C selama 1 jam. Silica disk didinginkan di dalam desikator selama 1 jam, kemudian setelah dingin ditimbang. Cuplikan bahan pakan ditimbang seberat 1 gram, dimasukkan ke dalam silica disk. Silica disk yang berisi cuplikan bahan pakan dimasukkan ke dalam tanur. Tanur dinyalakan pada suhu 550 sampai 600°C selama lebih dari 12 jam hingga cuplikan berwarna putih seluruhnya. Setelah itu suhunya diturunkan sampai 120°C, lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 1 jam. Sesudah dingin kemudian bahan pakan ditimbang.
Perhitungan :
Kadar Abu =
Keterangan : x = bobot silica disk kosong
                               y = bobot sampel sebelum dibakar dalam ditanur
                               z = bobot sampel + silica disk setelahditanur
Penetapan Kadar Serat Kasar
Cuplikan bahan pakan ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass 600 ml, ditambahkan 200 ml H2SO4 1,25%, dipanaskan sampai mendidih selama 30 menit. Bahan pakan disaring dengan saringan linen dengan bantuan pompa hampa. Hasil saringan dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan 200 ml NaOH 1,25% lalu dipanaskan sampai mendidih selama 30 menit. Bahan pakan disaring kembali dengan menggunakan crucible yang dilapisi glass wool dengan bantuan pompa vakum kemudian dicuci dengan beberapa ml air panas dan dengan 15 ml etil alkohol 95%. Hasil saringan termasuk glass wool dimasukkan ke dalam alat pengering dengan suhu 105 sampai 110°C selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 1 jam, setelah itu ditimbang. Gooch crucible bersama isinya ditimbang dan didinginkan pada desikator, bila sudah dingin kemudian ditimbang.
Perhitungan :
Kadar serat kasar =
Keterangan : x = bobot sampel awal
                               y = bobot sampel setelah dikeringkan oven 105°C
                               z = bobot sisa pembakaran 550 - 600°C
Penetapan Kadar Protein Kasar
Destruksi. Cuplikan bahan pakan ditimbang seberat 0,5 gr. Setelah bahan pakan ditimbang kemudian disiapkan 2 butir batu didih, 20 ml H2SO4 pekat dan ¼ tablet kjeltab. Cuplikan bahan pakan dimasukkan ke dalam tabung destruksi yang telah bersih dan kering. Kompor destruksi dihidupkan kemudian tabung-tabung destruksi ditempatkan pada lubang yang ada pada kompor, lalu pendingin dihidupkan. Skala pada kompor destruksi di set kecil kurang lebih 1 jam. Destruksi diakhiri bila larutan berwarna jernih kemudian didinginkan dan dilanjutkan proses destilasi.
Destilasi. Hasil destruksi diencerkan dengan air sampel volumenya 300 ml, digojog agar larutan homogen. Erlenmeyer 650 ml yang berisi 50 ml H3BO3 0,1 N, 100 ml air, dan 3 tetes indicator mix disiapkan. Penampung dan labu kjeldahl disiapkan dalam alat destilasi. Air pendingin dihidupkan dan tombol ditekan hingga menyala hijau. Dispensing ditekan ke bawah untuk memasukkan NaOH 50% ke dalam tabung. Penambahan NaOH harus melalui dinding. Handle steam diturunkan sehingga larutan yang ada dalam tabung mendidih. Destilasi berakhir setelah desilat mencapai 200 ml kemudian buat blanko dengan menggunakan cuplikan yang berupa H2O dan di destilasi.
Titrasi. Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berubah warna menjadi putih keperakan. Jumlah titrasi HCl yang digunakan diamati kemudian dihitung menggunakan rumus:

Perhitungan :
Kadar protein kasar =
Keterangan : x = jumlah titrasi sampel (ml)
                               y = jumlah titrasi blanko (ml)
                               N = normalitas HCl
                               z = bobot sampel (gram)
Penetapan Kadar Ekstrak Eter
            Cuplikan bahan pakan ditimbang sekitar 0,5 gr dan dibungkus dengan kertas saring bebas lemak, diambil sampel sebanyak 3 bungkus. Masing-masing bungkusan cuplikan dimasukkan ke dalam oven pengering 105 sampai 110°C selama semalam. Bungkusan cuplikan bahan pakan ditimbang dalam keadaan panas kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet. Labu penampung diisi dengan petroleum benzene sekitar ½ volume labu penampung, alat ekstraksi Soxhlet juga diisi sekitar ½ volume dengan petroleum benzene. Labu penampung dan tabung Soxhlet dipasang, kemudian penangas dan pendingin dihidupkan. Ekstraksi dilakukan selama sekitar 16 jam atau sampai petroleum benzene dalam alat ekstraksi berwarna jernih. Pemanas dimatikan kemudian sampel diambil dan dipanaskan dalam oven pengering selama semalam. Bahan pakan dimasukkan ke dalam desikator selama 1 jam lalu ditimbang.
Perhitungan :
Kadar ekstrak eter =
Keterangan :        x   =  bobot sampel awal
                     y   =   bobot sampel + kertas saring bebas lemak setelah oven 105°C (sebelum diekstraksi).
                     z   =   bobot sampel + kertas saring bebas lemak setelah oven 105°C (setelah diekstraksi)


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Fisik
Hasil pengamatan fisik pada sampel pakan ternak adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Sampel Bahan Pakan
   Parameter                                                              Pengamatan
     Tekstur                                                                       Kasar
      Warna                                                                                Hijau
       Bau                                                                                  Harum
      Rasa                                                                        Hambar
Berdasarkan uji organoleptik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa sampel terasa kasar, sampel berwarna hijau, aromanya harum seperti buah nangka, dan rasanya hambar, maka dapat disimpulkan bahwa bahan pakan yang digunakan adalah daun nangka. Sasongko et al., (2010) menyatakan bahwa daun nangka banyak mengandung tanin. Hal tersebut diperkuat oleh Kurniawati (2008) dalam Sasongko et al., (2010) bahwa setelah dilakukan penentuan kadar tanin pada beberapa hijauan pakan yang belum banyak dikenal dengan menggunakan metode total fenol dan total tanin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar total tanin pada daun nangka relatif lebih tinggi dibandingkan dengan hijauan pakan lainnya.
Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang mudah terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin yang mudah terhidrolisis merupakan polimer gallic atau ellagic acid yang berikatan ester dengan sebuah molekul gula, sedangkan tanin terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbon-karbon (Waghorn dan McNabb, 2003 dalam Jayanegara dan Sofyan, 2008). Kemampuan tanin untuk membentuk kompleks dengan protein berpengaruh negatif terhadap fermentasi rumen dalam nutrisi ternak ruminansia. Tanin dapat berikatan dengan dinding sel mikroorganisme rumen dan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau aktivitas enzim (Smith et al., 2005 dalam Jayanegara dan Sofyan, 2008).
Keberadaan tanin di sisi lain berdampak positif jika ditambahkan pada pakan yang tinggi akan protein baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini disebabkan protein yang berkualitas tinggi dapat terlindungi oleh tanin dari degradasi mikroorganisme rumen sehingga lebih tersedia pada saluran pencernaan pasca rumen. Kompleks ikatan tanin-protein kemudian dapat lepas pada pH rendah di abomasum dan protein dapat didegradasi oleh enzim pepsin sehingga asam-asam amino yang dikandungnya tersedia bagi ternak. Hal ini menjadikan tanin sebagai salah satu senyawa untuk memanipulasi tingkat degradasi protein dalam rumen (Jayanegara dan Sofyan, 2008).
Sasongko et al., (2010) menyatakan bahwa pohon nangka dapat tumbuh di berbagai tipe tanah, tanah liat berpasir/liat berlempung yang dalam dengan irigasi yang baik. Umumnya tanah yang cocok yaitu tanah yang gembur dan agak berpasir. Pohon ini hidup pada tanah tandus sampai subur dengan kondisi reaksi tanah asam sampai alkalis. Pohon nangka tahan terhadap pH rendah (tanah masam) dengan pH 6,0 sampai 7,5, tetapi yang optimum pH 6 sampai 7. Berdasarkan analisis proksimat daun nangka mempunyai kandungan bahan kering (BK) 34%, bahan organik (BO) 85,95%, protein kasar (PK) 11,22%, lemak kasar (LK) 2,55%, serat kasar (SK) 21,45%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 50,73% dan abu 14,3%.
Analisi Proksimat
Berdasarkan hasil pengamatan saat praktikum, diperoleh data hasil analisis proksimat dari sampel daun nangka adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat
Parameter
                   Pengamatan
I
II
Rata-rata
Bahan kering (%)
33, 40
33,69
33,545
Protein kasar (%)
14,67
8,08
11,375
Serat kasar (%)
22,41
22,64
22,525
Lemak kasar (%)
3,10
3,38
3,24
Abu (%)
14,6
14,19
14,395
BETN (%)
44,94
51,97
48,455
Penetapan kadar air. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data kadar air sampel daun nangka sebesar 64,445% sehingga diperoleh data bahan kering sampel sebesar 33,545%. Sasongko et al., (2010) menyatakan bahwa kadar air dalam daun nangka sebesar 66%. Berdasarkan literatur kadar air dalam bahan pakan daun nangka mempunyai perbedaan yang sedikit. Menurut Reksohadiprojo (1994), perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya mengenai perlakuan terhadap pakan (dikeringkan dahulu atau tidak), lingkungan, dan waktu (lama tidaknya penyimpanan bahan pakan).
Pengukuran kadar air pertama-tama dilakukan dengan mengeringkan sampel ke dalam oven. Pengeringan dalam oven dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pada suhu 135°C dibutuhkan waktu 2 jam, hasil yang diperoleh berupa bahan kering udara. Pengeringan pada suhu 100°C untuk periode yang panjang dibutuhkan waktu 8 sampai 24 jam. Pengeringan pada suhu kurang dari 100°C dalam oven vakum selama 3 sampai 5 jam atau 20 sampai 25°C di atas titik didih air pada tekanan tekanan udara kurang lebih 25 mm. Sampel ditimbang setelah kering kemudian perhitungan persentase air atau kelembaban dapat dihitung dengan rumus (Hernawati, 2012).
Penetapan kadar air yang kami lakukan menurut literatur menggunakan metode yang kedua, diawali dengan menimbang sampel dengan timbangan analitik kemudian sampel diletakkan pada silica disk yang telah dioven pada suhu 105°C sampai 110°C. Sampel beserta silica disk kemudian dioven kembali pada suhu 105°C sampai 110°C selama 8 sampai 24 jam. Tujuan dilakukan pengovenan pada suhu 105°C sampai 110°C selama 8 sampai 24 jam adalah agar seluruh kandungan air yang terdapat di dalam bahan pakan dapat menguap seluruhnya karena dipanaskan pada suhu 105°C sampai 110°C merupakan titik uap air sehingga diperoleh bobot bahan yang tertinggal dan dapat diketahui kandungan air dalam bahan tersebut. Pengovenan menggunakan silica disk dan tidak menggunakan voochdos. Hal tersebut dikarenakan setelah dilakukan pengovenan untuk mengetahui kadar air, sampel langsung dilakukan pembakaran tanur 550 sampai 600°C untuk kemudian diuji kadar abu. Voochdos tidak tahan panas dan akan melebur saat dilakukan pembakaran tanur 550 sampai 600°C, maka digunakan silica disk yang lebih tahan terhadap panas. Sampel kemudian dimasukkan kedalam desikator untuk memastikan bahwa tidak ada lagi kandungan air yang tersisa didalam sampel saat mendinginkan sampel.
 Penetapan kadar abu. Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa kadar abu dalam sampel daun nangka adalah 14,395%. Menurut Sasongko et al., (2010) kandungan abu dalam daun nangka adalah 14,3%. Dibandingkan dengan literatur hasil yang didapat dalam praktikum tidak jauh berbeda. Perbedaan kadar abu tersebut dapat dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan bahan pakan. Komponen abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai makna yang penting karena abu tidak mengalami pembakaran sehingga tidak mengasilkan energi. Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen. Abu terdiri dari komponen mineral, namun bervariasinya komposisi unsur mineral dalam bahan pakan asalnya menyebabkan abu tidak dapet dipakai sebagai indeks untuk menetukan jumlah unsur mineral tertentu. Sampel dibakar dengan suhu tinggi bahan organik yang ada akan terbakar dan sisanya merupakan abu (Suparjo, 2010).
Abu diperoleh dari sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan. Bahan yang digunakan saat praktikum merupakan hasil dari penetapan kadar air yang kemudian dibakar dalam tanur dengan suhu 550°C sampai 600°C. Pembakaran sempurna pada tanur mengakibatkan bahan organik dalam bahan pakan akan menguap menjadi CO2, H2O dan gas-gas lain sehingga yang tertinggal adalah oksida mineral yang disebut dengan abu. Abu mengandung bahan anorganik berupa mineral. Penetapan kadar abu menggunakan silica disk sebagai wadah sampel, kemudian sampel yang terletak pada silica disk di masukkan ke dalam tanur. Penetapan kadar abu menggunakan silica disk agar saat bahan beserta wadahnya ditanur pada suhu 550°C sampai 600°C wadah tidak pecah karena silica disk memiliki titik lebur yang tinggi. Pembakaran dilakukan selama selama 2 jam, pada saat pembakaran didalam tanur, suhu tidak langsung mencapai titik 550 sampai 600°C tetapi suhu akan berangsur-angsur naik selama kurang lebih 30 menit untuk mencapai suhu 550 sampai 600°C. Pembakaran selama 2 jam dihitung sejak suhu mencapai 550°C. Pembakaran didalam sampel kemudian suhunya diturunkan menjadi 120°C proses tersebut membutuhkan waktu hingga kurang lebih 10 jam. Suhu diturunkan agar saat tanur dibuka dan suhu masih 550°C maka tubuh kita tidak kuat saat dilakukan pengambilan sampel. Sampel kemudian diambil dan dimasukkan kedalam desikator untuk pengeringan agar tidak ada air yang tersisa.
Kadar abu dalam bahan pakan tergantung dari spesies bahan penyusun ransum dan bagian dari tanaman (Kamal, 1994). Menurut Hartadi et al., (1997) kadar abu suatu bahan pakan ditentukan oleh keadaan spesies dan varietas tanaman, umur tanaman, komposisi tanah, bagian mana yang dianalisis, persediaan air dan pemupukan. Ditambahkan pula bahwa semakin tinggi kadar mineral bisa pula disebabkan oleh tersedianya air yang cukup sehingga penyerapan mineral meningkat.
Menurut Davis dan Mertz (1987) dalam Arifin (2008), bila bahan biologis dibakar, semua senyawa organik akan rusak. Sebagian besar karbon berubah menjadi gas karbon dioksida (CO2), hidrogen menjadi uap air, dan nitrogen menjadi uap nitrogen (N2). Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu dalam bentuk senyawa anorganik sederhana, serta akan terjadi penggabungan antar individu atau dengan oksigen sehingga terbentuk garam anorganik.
Penetapan kadar serat kasar. Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data kadar serat kasar pada sampel daun nangka adalah 22,525%. Sasongko et al., (2010) menyatakan bahwa kadar serat kasar pada daun nangka adalah 21,45%. Dibandingkan dengan literatur terdapat perbedaan yang tidak terlalu signifikan.
Penetapan kadar serat kasar dilakukan dengan merebus sampel bahan pakan dalam larutan H2SO4 1,25% (0,255 N) dan larutan NaOH 1,25% (0,313 N) secara berurutan masing-masing selama 30 menit. Fungsi perebusan dengan larutan asam terlebih dahulu baru kemudian larutan basa serta dilakukan selama 30 menit  adalah karena disesuaikan dengan sistem pencernaan pada hewan monogastrik yang tidak bisa mencerna serat kasar serta membutuhkan waktu 30 menit untuk mencerna zat-zat lain selain serat kasar. H2SO4 digunakan untuk mencerminkan keadaan di lambung sedangkan NaOH untuk mencerminkan keadaan di usus halus. Menurut Sitompul dan Martini (2005), kandungan serat dalam contoh ditentukan dengan menghidrolisisnya dalam asam sulfat encer dan natrium hidroksida encer. Asam sulfat (H2SO4) berfungsi untuk menghidrolisis protein dan karbohidrat, sedangkan natrium hidroksida (NaOH) berfungsi untuk saponifikasi lemak sehingga akan ikut larut didalam pembilasan menggunakan air hangat dan etil alkohol.
Bahan pakan yang telah direbus disaring menggunakan glass wool dan crucible. Penyaringan bahan dibantu dengan pompa vakum yang berfungsi untuk mempercepat penyerapan asam dan basa setelah perebusan untuk menghasilkan filtrat. Glass wool digunakan karena pori-porinya sangat kecil sehingga seluruh bahan organik yang tidak larut dapat tersaring seluruhnya, selain itu glass wool akan tahan terhadap panas saat dilakuka pembakaran pada tanur 550 sampai 600°C. Sampel yag berada didalam crucible kemudian dicuci dengan beberapa ml air panas dan 15 ml etil alkohol. Etil alkohol berfungsi untuk melarutkan lemak yang masih menempel pada filtrat di dalam crucible. Hasil saringan kemudian dikeringkan dalam suhu 105 sampai 110°C selama 24 jam agar kadar airnya hilang, setelah itu sampel yang masih dalam crucible kemudian dibakar pada suhu 550 sampai 600°C, lalu dikeringkan dalam desikator dan kemudian ditimbang beratnya.
Serat merupakan senyawa karbohidrat yang tidak dapat dicerna, fungsi utamanya untuk mengatur kerja usus. Komponen utama dari serat adalah selulosa, terdapat sebagian besar pada dinding sel kayu. Karbohidrat dibagi menjadi dua golongan, yaitu serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Tilman et al., 1998). Serat kasar dalam arti umum adalah semua senyawa organik dalam bahan pakan dengan kecernaan rendah (Kamal, 1994). Sementara itu, serat kasar dalam analisis proksimat adalah semua zat organik yang larut dalam H2SO4 0,3 N dan NaOH 1,5N yang dimasak berturut-turut selama 30 menit (Anggorodi, 1994). Fraksi serat dalam pakan ruminansia berfungsi sebagai sumber energi utama, dimana sebagian besar selulosa dan hemiselulosa dari serat dapat dicerna oleh mikroba yang terdapat dalam sistem perncernaannya dan akan menghasilkan VFA, serta lignin yang tidak dapat dicerna oleh mikrobia rumen (Sitompul dan Martini, 2005).
Penetapan kadar protein kasar. Berdasarkan hasil praktikum uji kadar protein kasar dalam bahan pakan daun nangka adalah sebesar 11,375 %. Sasongko et al., (2010) menyatakan bahwa kadar protein kasar dalam daun nangka adalah 11,22%. Berdasaran literatur hasil yang didapat hanya mempunyai perbedaan yang tidak terlalu signifikan.
Penetapan kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Tahap destruksi dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat sehingga elemen karbon (C) dan hidrogen (H) teroksidasi menjadi karbon monoksida (CO), karbondioksida (CO2), dan air (H2O). Elemen Nitrogen akan berubah menjadi amonium sulfat. CuSO4 dan K2SO4 ditambahkan pada tahap destruksi sebagai katalisator. Kedua senyawa tersebut bila ditambahkan dalam destruksi akan menyebabkan titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga proses destruksi akan berjalan lebih cepat.   Reaksi yang terjadi pada proses destruksi:
 N – C – NH2 + H2SO4         CO2 + (NH4)2SO4 + NO2 + NO3
 |
Protein
            Tahap destilasi terjadi pemecahan amonium sulfat menjadi amonia, yaitu dengan penambahan larutan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yg dibebaskan ditangkap oleh larutan asam. Asam yg dapat dipakai adalah H3BO3.
Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi yaitu:
(NH4)2SO4 + 2NaOH            2NH3 + Na2SO4 + 2H2O
            3NH3 + H3BO3              (NH4)3BO3
            Tahap destilasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah N yang terdestilasi. Hasil dari tahap destilasi kemudian dititrasi dengan HCl untuk mendapatkan pH netral sehingga dapat diketahui N yang terdestilasi.
Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi yaitu:
            (NH4)3BO3 + 3HCl        3NH4Cl + H3BO3
Protein kasar (crude protein) adalah kandungan protein dalam bahan makanan yang didapat dengan mengalikan kandungan nitrogennya dengan faktor konversi yaitu 6,25 menggunakan metode Kjeldahl. Protein kasar tidak hanya mengandung true protein saja tetapi juga mengandung nitrogen yang bukan berasal dari protein (non protein nitrogen). Nilai gizi protein adalah kemampuan protein untuk memenuhi kebutuhan asam amino yang diperlukan. Dalam jaringan hidup, nitrogen terdapat sebagai protein dalam jumlah relatif besar dan sebagai non protein nitrogen (NPN) dalam jumlah relatif kecil (Silalahi, 1994).
Penetapan kadar lemak kasar. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, kadar lemak kasar sampel bahan pakan daun nangka didapat sebesar 3,54%. Sasongko et al., (2010) menyatakan bahwa kadar lemak kasar dari daun nangka adalah 2,55%. Berdasarkan literatur kandungan lemak kasar yang didapat berada diatas kisaran normal. Kandungan lemak dalam bahan pakan bisa dipengaruhi oleh pengolahan, penyimpanan, bahan tanaman dan metode pengujian.
Penetapan kadar lemak kasar menggunakan alat berupa alat ekstraksi Soxhlet berfungsi untuk ekstraksi lemak kasar dalam sampel. Kompor ekstraksi untuk memanaskan pelarut lemak guna mencucikan lemak dalam sampel bahan pakan. Labu ekstraksi berfungsi untuk menampung pelarut lemak hasil pencucian. Reagensia yang digunakan adalah petroleum benzene yang berfungsi melarutkan lemak. Ekstraksi dilakukan selama 16 jam, setelah 16 jam pemanas dimatikan dan sampel diambil dan dipanaskan dalam oven pengering 105 sampai 110°C selama semalam untuk menghilangkan airnya. Sampel kemudian dimasukkan kedalam desikator untuk memastikan bahwa tidak ada air yang tersisa, kemudian ditimbang.
 Lemak kasar adalah campuran beberapa senyawa yang larut di dalam pelarut lemak (eter, petroleum eter, petroleum benzene dan sebagainya), oleh karena itu lemak kasar lebih tepat disebut ekstrak eter. Disebut lemak kasar karena merupakan campuran dari beberapa senyawa yang larut dalam pelarut lemak. Penentuan lemak kasar dapat dikerjakan dengan jalan ekstraksi menggunakan zat pelarut lemak menurut Soxhlet, bila suah larut dan kemudian pelarutnya diuapkan maka yang ketinggalan adalah lemak kasar. Lemak terdiri dari unsur C, H dan O yang mempunyai sifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam bahan organik misalnya eter, petroleum spirit, heksan, Chloroform . Lemak juga mempunyai fungsi sebagai pelarut vitamin-vitamin A, D, E dan K. (Kamal, 1994).
Penentuan kadar Ekstrak Tanpa Nitrogen. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data kandungan ETN sampel sebesar 48,455%. Sasongko et al., (2010) menyatakan bahwa kandungan ETN dalam sampel daun nangka kering adalah 50,73%. Terdapat perbedaan 2% pada hasil uji kandungan ETN daun nangka kering bila dibandingkan dengan literatur. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi beberapa hal menurut Kamal (1994), kandungan ekstrak tanpa nitrogen dipengaruhi oleh kandungan nutrien lainnya yaitu air, protein kasar, abu, lemak kasar dan serat kasar.
Kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (ETN) dalam bahan kering ditentukan dengan cara mengurangkan kandungan zat lain dalam bahan pakan (abu, protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar) dalam %BK bahan pakan. Keuntungan penentuan kadar ekstrak tanpa nitrogen yaitu tidak perlu lagi melakukan analisis dan bahkan proses penentuannya mudah, sedangkan kerugian dari penentuan kadar ekstrak tanpa nitrogen yaitu apabila salah satu dari nilai yang didapatkan minus maka hasil yang akan ditentukan gagal dan harus melakukan pengulangan pada tahap penganalisisan (Fauzi, 2006). Menurut Tillman et al., (1998) sistem analisis proksimat dapat untuk mengetahui 6 macam fraksi, yaitu air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan ekstrak tanpa nitrogen. Khusus untuk ekstrak tanpa nitrogen nilainya dapat dicari hanya berdasarkan perhitungan 100% dikurangi jumlah dari kelima fraksi yang lain.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan uji tekstur yang terasa kasar, sampel berwarna hijau, bau harum seperti buah nangka, dan rasanya hambar yang dilakukan saat praktikum dapat diketahui sampel yang digunakan adalah daun nangka kering atau jerami daun nangka. Berdasarkan hasil analisis proksimat dapat diketahui besar kandungan nutrien sampel, yaitu bahan kering 33,545%, kadar abu 14,395%, kadar serat kasar 22,525%, kadar protein kasar 11,375%, kadar lemak kasar 3,24%, dan kadar ETN 48,455%. Faktor – faktor yang mempengaruhi perbedaan kadar fraksi didalam suatu bahan pakan antara lain jenis bahan pakan, lama penyimpanan, dan metode penentuan yang digunakan.
























DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan Keempat. Gramedia. Jakarta.
Arifin, Zainal. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 27(3). Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor.
Fauzi, M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. FTP UNEJ Press. Jember.
Hartadi. H.S., Reksohadiprojo dan A. D. Tillman. D.A. 1997. Tabel Komposisi Pakan       untuk Indonesia. Cetakan ke IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hernawati. 2012. Teknik Analisis Nutrisi Pakan, Kecernaan Pakan, dan Evaluasi Energi pada Ternak. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Jayanegara, A. Dan A. Sofyan. 2008. Penentuan aktivitas biologis tanin beberapa hijauan secara in vitro menggunakan ‘hohenheim gas test’ dengan polietilen glikol sebagai determinan.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak Dasar. Laboratorium Makanan Ternak Jurusan nutrisi dan Makanan ternak Fakultas Peternakan UGM.Yogyakarta.
Reksohadiprojo, S. 1994. Bahan Makanan Ternak Limbah Pertanian dan Industri. BPFE. Yogyakarta.
Sasongko, Wahidin Teguh., Lies Mira Yusiati., Zaenal Bachruddin., dan Mugiono. 2010. Optimalisasi pengiatan tanin daun nangka dengan protein bovine serum albumin.   
Silalahi, J. 1994. Kadar Protein yang Terdapat dalam Beberapa Bahan Makanan. Laporan Penelitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sitompul, Saulina dan Martini. 2005. Penetapan Serat Kasar dalam Pakan Ternak Tanpa Ekstraksi Lemak. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2005.
Suparjo. 2010. Analisis Bahan Pakan secara Kimiawi: Analisis Proksimat dan Analisis Serat. Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosukojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Utomo, R. 2003. Penyediaan Pakan di Daerah Tropik: Problematika, Kontinuitas, dan Kualitas. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Widodo, Wahyu. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta.


LAMPIRAN

Penentuan Kadar Air
Diketahui:
-     Bobot sampel                                                       =   1,0174 g
-     Bobot silica disk + sampel (sebelum oven)    = 20,2118 g
-     Bobot silica disk + sampel (setelah oven)       = 20,16 g

Kadar air =  x100%
           =  x 100%
           = 66,31%  
Kadar bahan kering = 100% - kadar air
                                       = 100% - 66,31% = 33,69%

Penentuan Kadar Abu
Diketahui :
-  Bobot silica disk kosong                                     = 19,1944 g
-  Bobot sampel (sebelum tanur)                           =   1,0174 g
-  Bobot silica disk + sampel (setelah tanur)       = 19,3315 g
Kadar abu  =  x100%
                    =  x 100%
                    = 13,475 %
Kadar abu dalam BK =  x 13,47%
 = 14,198 %
Penentuan Kadar Serat Kasar
Diketahui :
-  Bobot sampel awal                                                             =   1,0035 g
-  Bobot sampel + crucible + glasswool (setalah oven)   = 20,9649 g
-  Bobot sampel + crucible + glasswool (setelah tanur)   = 20,7492 g

Kadar SK =  x 100%
                    =  x 100%
                    = 21,49 %
Kadar SK dalam BK =  x 21,49%
 = 22,641%

Penentuan Kadar Protein Kasar
Diketahui :
-  Bobot sampel                         =       0,5139 g
-  Jumlah titrasi sampel (ml)    =         7,5 ml
-  Jumlah titrasi blanko (ml)     =        0,3 ml
-  Normalitas HCl                      =        0,1 N

Kadar PK  =  x 100%
             =  x 100%
             = 1,2259%
Kadar PK dalam BK =  x 1,2259%
 = 8,08%
Penentuan Kadar Ekstrak Eter
Diketahui :
-  Bobot sampel awal                                                                 =  0,741 g
-  Bobot sampel + kertas saring (oven;belum diekstrasi)  =  1,011 g
-  Bobot sampel + kertas saring (oven;sudah diekstrasi)  =  0.9866 g

Kadar PK =  x100%
                    =  x100%
                    = 3,38%
Kadar PK dalam BK =  x 3,38%
 = 10,03%

Penentuan Kadar Ekstrak Tanpa Nitrogen
%ETN (BK)  =   100% – (%Kadar abu + %Kadar SK + %Kadar PK + %Kadar EE)
                      =   100% – (14,198% + 22,641% + 8,08% + 3,38%)
                      =   51,9%

No comments:

Post a Comment